Oleh: Reviandi
Jelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, nama-nama calon Presiden (Capres) telah mengerucut kepada beberapa nama saja. Hari ini, hanya ada tiga saja yang disebut masuk bursa, Prabowo Subianto dari Gerindra, Ganjar Pranowo dari PDIP dan Anies Baswedan yang dijagokan NasDem. Soal calon wakil Presiden (Cawapres), setiap saat berubah-ubah.
Untuk Cawapres, masih ramai nama yang bertengger di percaturan, seperti Sandiaga Uno dari PPP, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Demokrat, Erick Thohir (Menteri BUMN), Ridwan Kamil (Gubernur Jabar), Kofifah Indraparawangsa (Gubernur Jatim), Mahfud MD (Menkopolhukam), dan sejumlah ketua partai politik lainnya.
Selain nama-nama Cawapres itu, kemungkinan para tokoh muda juga mulai muncul, meski dalam Undang Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Capres-Cawapres disyaratkan berumur minimal 40 tahun. Pastinya, ini akan menjadi hambatan untuk sebagian besar kalangan milenial apalagi Generasi Z (Gen Z) menjadi Capres atau Cawapres.
Mungkin itu pulalah yang membuat sejumlah kepala daerah muda, berumur di bawah 40 thaun melakukan gugatan uji materi atau Judicial Review (JR) batasan usia minimal calon Presiden ke Mahakamah Konstitusi (MK). Mereka mengajukan uji materi terhadap Pasal 169 Huruf B UU 7/2017 yang mengatur syarat mencalonkan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden minimal 40 tahun.
Para pemohon, Erman Safar, Wali Kota Bukittinggi (37 tahun) Partai Gerindra, Pandu Kusuma Dewangsa, Wakil Bupati Lampung Selatan (35) Partai Gerindra, Emil Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur (38), Partai Demokrat, hmad Mudhlor, Bupati Sidoarjo (32) PKB dan Muhammas Al-Barra, Wakil Bupati Mojokerto (36) independen.
Para pemohon menjalani JR dengan didampingi oleh penerima kuasa. Dalam keterangan yang disampaikan di sidang perkara, pengajuan permohonan berlandaskan kesiapan para pemohon, yang bersiaga dicalonkan sebagai wakil Presiden oleh gabungan partai. Mereka tak muluk-muluk, kalau akan dicalonkan sebagai Capres. Selain mereka, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga melakukan hal yang sama.
Meski yang menggugat itu para kepala daerah muda dan PSI, namun yang dicurigai tetaplah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan ada yang menyebut, jika gugatan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 itu dikabulkan MK maka putra pertama Presiden Jokowi Gibran Rakabumingraka yang sekarang menjadi Wali Kota Surakarta/Solo bisa dimajukan menjadi calon Presiden atau Cawapres.
Seperti diketahui, Gibran lahir 1 Oktober 1987, atau 35 tahun. Dia dikenal sebagai seorang pengusaha dan politisi yang menjabat Wali Kota Surakarta yang dilantik pada 26 Februari 2021. Gibran merintis bisnisnya dengan membuka usaha katering yang diberi nama Chilli Pari. Namun sangat dikenal sebagai pendiri perusahaan kuliner martabak yang disebut Markobar.
Kecurigaan terhadap upaya menjadikan Gibran Cawapres ini memang sedang marak-maraknya, meski tak banyak yang mau berteriak lantang. Tapi, siapakah yang akan menyanding Gibran? Sebagai anak Jokowi, Gibran juga seorang politisi dari PDIP. Apakah Gibran akan dijodohkan paksa oleh PDIP dengan Ganjar? Karena PDIP tak butuh koalisi lagi, karena sudah memenuhi syarat mengusung calon tanpa koalisi.
Banyak yang menyangsikan, Gibran akan disandingkan dengan Ganjar, apalagi “antitesa” Jokowi, Anies Rasyid Baswedan. Yang paling masuk akal adalah menjadi Cawapresnya Prabowo Subianto yang telah mengantongi tiket Pilpres dari koalisi Gerindra dan PKB. Jika Gibran bergabung, otomatis akan banyak lagi partai yang akan merapat.
Prabowo-Gibran, jika JR telah diketuk palu MK, mungkin akan menjadi penantang serius Ganjar dan Anies di Pilpres 14 Februari 2024. Apalagi saat ini, hampir semua lembaga survei menempatkan Prabowo di nomor satu bersaing ketat dengan Ganjar, namun unggul telak dari Anies. Meski, nama Gibran tak masuk dalam 10 besar survei Cawapres.
Pakar Komunikasi Politik Effendi Ghazali, kemarin mempertanyakan kepada Peneliti Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, kenapa nama Gibran tak dimasukkan? Burhan menjawab, awalnya masuk, tapi setelah dikaitkan dengan aturan umur, terpaksa dikeluarkan lagi. Effendi yakin, jika terus dimasukkan, nama Gibran akan menjadi papan atas Cawapres.
Gibran maju Pilpres, pastinya akan mengubah peta. Ibaratnya, akan kembali membawa jawara Pilpres 2014 dan 2019 Jokowi ke Pilpres 2024. Lawan-lawan pasti akan langsung keder. Mungkin saja, para relawan Jokowi yang katanya sudah melebur ke Ganjar, andai Gibran menjadi Cawapres Prabowo, akan berubah menjadi pendukung Prabowo-Gibran. Belum lagi para loyalis Jokowi, baik yang di dalam atau di luar PDIP.
Apakah ketika Gibran menjadi Cawapres akan membuat politik dinasti menggema di Indonesia? Jawabnya bisa iya bisa tidak. Andai benar ada politik dinasti, maka itu sudah terjadi cukup lama di Indonesia di kalangan Presiden, Wapres, sampai kepala daerah. Tokoh sentra PDIP yang pernah menjadi Presiden dan Wapres, Megawati adalah putri dari Presiden pertama Indonesia Soekarno.
Bahkan, Prabowo sendiri juga adalah bagian dari “dinasti” yang dimaksud. Karena ayahnya Soemitro Djojohadikoesoemo merupakan seorang ekonom dan politikus Indonesia yang banyak mengisi posisi Menteri di Indonesia. Prabowo kecil malah begitu dekat dengan ayahnya, dan bergerak ke seluruh Indonesia, termasuk Sumbar, saat ayahnya menjadi pejabat negara.
Sementara, kakek Anies Baswedan yang bernama Abdurrahman Baswedan pernah menjadi Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, Anggota Parlemen, dan Anggota Dewan Konstituante. Begitu banyak jabatan yang disandang kakek mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Jadi, agak kurang relevan kalau mengibarkan Gibran adalah trah Jokowi. Apalagi masih ada AHY yang merupakan putra kandung Presiden 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memegang Partai Demokrat. Gibran, meski tak akan terlepas dari bagian Jokowi, juga merupakan warga Indonesia yang berhak menjadi pemimpin, andai MK mengubah umur Capres-Cawapres di bawah 40 tahun, minimal 35 tahun.
Kembali ke MK, baik soal sistem Pemilu dan umur Capres, serta gugatan-gugatan lainnya, para hakim harus benar-benar adil. Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, gugatan masuk akal. Sebab, saat ini banyak tokoh muda cemerlang yang perlu diberi kesempatan untuk bisa menjadi pemimpin nasional.
Tokoh muda akan terus bermunculan, meski pernah juga ada fakta yang membuat mereka terhambat. Seperti saat Pilkada 2020, empat politisi muda PAN, PSI dan PKPI, mengajukan gugatan UU 10/2006 tentang Pilkada ke MK. MK menolak permohonan mengenai batas minimal calon kepala daerah dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e. Calon Gubernur/Wakil Gubernur harus berusia paling rendah 30 tahun. Sedangkan calon Wali Kota/Wawako serta Bupati/Wabup minimal 25 tahun.
Gugatan-gugatan ini membuat aktivis muda Indonesia di awal kemerdekaan Soe Hok Gie berteriak senang dari alam sana. Dia pernah menyebut, “Makin redup idealisme dan heroisme pemuda, makin banyak korupsi. ” Artinya, saat ini para pemuda terus menggemakan idealisme dan heroisme mereka dengan meminta ‘jatah’ persamaan hak maju dalam Pilpres. (Wartawan Utama)