Oleh Reviandi
Masuknya Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, ke dalam daftar “500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia 2026” yang dirilis Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) Yordania bukan sekadar kabar membanggakan. Ia adalah cerminan dari perjalanan panjang seorang pemimpin yang konsisten mengabdi, berjuang, dan menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Posisi Prabowo yang menempati peringkat ke-15, tepat di bawah Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, menjadi pengakuan dunia atas ketokohan seorang Muslim dari Indonesia yang berpengaruh secara global.
Di tengah berbagai gejolak dunia Islam, nama Prabowo muncul sebagai figur yang membawa kesejukan dan harapan. RISSC mencatat kiprahnya sebagai Presiden kedelapan Indonesia yang dilantik pada 20 Oktober 2024, setelah meraih kepercayaan rakyat dengan 58,6 persen suara. Namun, yang membuat Prabowo istimewa bukan sekadar kemenangan politik, melainkan bagaimana ia menjadikan nilai-nilai keislaman sebagai napas dalam kepemimpinannya.
Sejak lama, Prabowo dikenal dekat dengan kalangan ulama. Ia menghormati mereka, mendengar nasihat mereka, dan menjadikan pandangan keagamaan sebagai bagian dari kebijakan publik. Dalam banyak kesempatan, Prabowo kerap mengunjungi pesantren, berdialog dengan santri, dan memastikan bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam tetap menjadi pilar pembentuk karakter bangsa. Sikapnya yang hangat dan rendah hati di hadapan para kiai menunjukkan sisi kemanusiaan seorang pemimpin besar yang tak pernah kehilangan rasa hormat terhadap ilmu dan keulamaan.
Dalam kebijakan nasional, keberpihakan Prabowo terhadap umat Muslim bukan isapan jempol. Ia mendukung penguatan pendidikan Islam, pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren, serta peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga pendidik keagamaan. Di tangan Prabowo, Islam tidak dijadikan alat politik, melainkan sumber inspirasi moral bagi pembangunan bangsa. Pendekatan ini memperlihatkan bahwa kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual justru melahirkan kebijakan yang inklusif dan berkeadilan.
Namun, pengaruh Prabowo tidak berhenti di dalam negeri. Di kancah global, ia tampil sebagai suara moral bagi dunia Islam. Ketegasannya dalam menyuarakan kemerdekaan Palestina, misalnya, menegaskan keberpihakannya terhadap kemanusiaan. Dalam berbagai forum internasional, Prabowo tak ragu mengingatkan dunia tentang pentingnya keadilan bagi bangsa yang tertindas. Ia tidak hanya berbicara sebagai kepala negara, tetapi juga sebagai seorang Muslim yang merasakan panggilan moral untuk membela sesama umat manusia.
Kedekatan Prabowo dengan berbagai tokoh Islam juga memperkuat citranya sebagai pemimpin yang mampu merangkul semua pihak. Ia bersahabat dengan tokoh-tokoh seperti KH. Nasaruddin Umar, Haikal Hasan, dan Mochamad Irfan Yusuf. Melalui mereka, Prabowo membangun komunikasi yang produktif antara pemerintah dan komunitas keagamaan. Ia memahami bahwa umat Islam di Indonesia beragam dalam pandangan dan praktik, dan keberagaman itu justru harus menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan.
Di sisi lain, Prabowo memperlihatkan sosok pemimpin yang memadukan ketegasan dan kelembutan. Ia bisa berpidato dengan gagah di hadapan forum internasional, namun juga bisa menundukkan kepala dengan penuh khidmat saat bersalaman dengan para ulama. Karakter seperti inilah yang membuatnya dihormati — bukan hanya sebagai Presiden Indonesia, tetapi juga sebagai seorang Muslim yang menjunjung tinggi adab dan nilai-nilai kemanusiaan.
Masuknya Prabowo dalam daftar Muslim paling berpengaruh di dunia memberi pesan penting bagi umat Islam Indonesia: bahwa Islam yang kuat bukanlah Islam yang menakutkan, tetapi Islam yang membawa manfaat. Prabowo mencontohkan bahwa seorang pemimpin dapat berpegang pada ajaran Islam tanpa harus menutup diri dari dunia modern. Ia menghadirkan Islam sebagai sumber inspirasi untuk membangun, bukan untuk memecah.
Bagi Indonesia, pengakuan dunia terhadap Prabowo juga bermakna lebih dalam. Ia menempatkan bangsa ini sebagai salah satu pusat peradaban Islam moderat yang mampu memberi warna pada dinamika global. Prabowo tidak hanya membawa nama dirinya, tetapi juga membawa wajah Islam Indonesia — Islam yang teduh, toleran, dan penuh kasih sayang.
Pada akhirnya, pengaruh Prabowo bukanlah hasil dari pencitraan, melainkan buah dari konsistensi dan ketulusan. Ia tidak menuntut pengakuan, tetapi dunia yang justru mengakuinya. Prabowo membuktikan bahwa kepemimpinan yang berakar pada nilai-nilai Islam dapat melampaui batas negara dan bahasa. Dan mungkin, di sanalah letak keistimewaannya: seorang pemimpin Muslim yang berpikir untuk umat, bekerja untuk bangsa, dan berpengaruh untuk dunia. (Wartawan Utama)













