Oleh: Reviandi
Ada kebijakan yang dibangun dari angka dan perhitungan ekonomi, tetapi ada pula kebijakan yang lahir dari empati dan penghormatan terhadap manusia. Program Presiden Prabowo Subianto yang menghadiahkan 2.000 unit becak listrik kepada warga berusia di atas 60 tahun termasuk dalam kategori kedua. Ini bukan sekadar distribusi kendaraan, tetapi sebuah langkah yang mengangkat martabat mereka yang selama puluhan tahun bekerja dalam diam, menopang denyut ekonomi kota dari balik kayuhan becak.
Indonesia kini dihuni lebih dari 21 juta penduduk lansia—sekitar 8 persen dari total populasi—dengan jutaan di antaranya masih bekerja untuk menyambung hidup. Sebagian berada di sektor informal, dan pengayuh becak adalah salah satu yang paling rentan. Tidak ada jaminan sosial memadai, tidak ada tunjangan hari tua, hanya daya tahan dan keinginan kuat untuk tetap mandiri.
Di usia ketika seharusnya tubuh beristirahat, mereka justru harus mengayuh, menahan nyeri sendi, sesak napas, dan kelelahan yang tak lagi bisa disembunyikan. Namun, tentu tenaga dan umur tak bisa dibohongi. Mereka tak lagi kuat mengayuh becak dengan betis tua itu.
Bagi mereka, becak listrik bukan sekadar alat transportasi baru. Ini adalah napas tambahan, tenaga cadangan yang datang justru di saat kemampuan fisik menurun. Jika dulu mereka harus bertarung dengan tanjakan dan terik matahari, kini perjalanan terasa lebih ringan.
Mereka bisa bekerja lebih lama tanpa menguras tenaga, bisa mengantar lebih banyak penumpang, dan bisa membawa pulang pendapatan yang lebih layak. Dalam konteks pendapatan harian yang sangat fluktuatif, bantuan berupa alat produktif seperti ini jauh lebih bermakna dibanding sekadar bantuan tunai yang cepat habis.
Terdapat filosofi sederhana di balik program ini: memberi sarana yang memperpanjang kemandirian. Sama seperti pepatah lama yang mengatakan bahwa tangan yang bekerja adalah tangan yang terhormat, becak listrik memberi kesempatan kepada para lansia untuk tetap bekerja tanpa kehilangan martabat.
Negara hadir bukan sebagai pemberi belas kasihan, tetapi sebagai pendamping yang menuntun mereka melewati masa senja dengan lebih ringan. Meski disadari, program ini akan terus menuai pro dan kontra. Kenapa lansia dibebani kerja, mereka harusnya di rumah saja. Tapi itu sudah biasa.
Selanjutnya, program ini tidak luput dari tantangan teknis. Infrastruktur pengisian daya, layanan purna jual, hingga kesiapan mekanik lokal menjadi pekerjaan rumah yang harus dijawab. Tanpa dukungan ekosistem yang kuat, alat produktif bisa berubah menjadi beban. Namun, kebijakan ini tetap memiliki inti yang kuat: negara memilih untuk melihat dan membantu mereka yang selama ini berada di pinggiran perhatian publik.
Di balik segala kekurangan yang masih perlu disempurnakan, program ini mengirimkan pesan moral yang penting, sebuah negara dinilai bukan dari seberapa cepat ia berlari, tetapi dari seberapa tulus ia menuntun mereka yang langkahnya mulai melambat. Dan sebuah kota dikatakan maju bukan dari tinggi gedungnya, tetapi dari seberapa ringan hidup para orang tuanya.
Pada akhirnya, program becak listrik ini menjadi simbol bahwa pembangunan yang baik adalah pembangunan yang memanusiakan. Ia membawa harapan baru, tenaga baru, dan—yang terpenting—pengakuan bahwa kerja keras para lansia selama ini tidak sia-sia.
Namun, hingga kini distribusi becak listrik masih berjalan bertahap dan belum menjangkau semua wilayah, termasuk Sumatra Barat (Sumbar). Meski di Sumbar tidak memiliki banyak pengayuh becak lansia yang kondisi dan perjuangannya tak kalah berat.
Semoga gelombang bantuan ini segera tiba di ranah Minang, karena mereka pun layak merasakan hadirnya kebijakan yang menguatkan martabat di usia senja. Sekali lagi, ini tentang Presiden Prabowo, Becak Listrik dan kebangkitan martabat Lansia Indonesia.
Apapun programnya, pasti akan ada yang suka dan tidak suka. Apalagi kalau tidak sukanya sudah dari awal, sudah dari lama. Apapun yang diluncurkan Presiden Prabowo, tak akan mengubah apa-apa pada pikiran seseorang. Pada pandangannya. Selamat para penerima, semoga berkah. (wartawan utama)














