Oleh: Reviandi
Tiba-tiba saja ada isu yang menyebutkan, PDI Perjuangan akan ditinggalkan koalisi besar pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Suatu hal yang rasanya tak mungkin saja, mengingat partai ini masih menjadi yang terbesar, dan satu-satunya yang bisa mengusung calon tanpa harus berkoalisi. Seberani apakah partai-partai yang bercuap soal itu, patut ditelisik lebih dalam.
PDIP hari ini adalah partai penguasa negeri. Semua lembaga survei juga menempatkannya sebagai partai nomor satu, jika Pemilu digelar saat ini. Angkanya selalu di atas 20 persen, bahkan mendekati 30 persen. Partai yang selalu menguntit hanyalah Gerindra, lainnya jauh di bawah itu. Presiden RI hari ini, Joko Widodo (Jokowi) juga adalah “petugas” PDIP. Ketumnya, anak kandung pendiri bangsa, Megawati Soekarno Putri.
Kurang apa lagi PDIP? Sehingga sejumlah partai politik berani “meninggalkan” mereka hanya karena silaturahmi dan buak bersama di Kantor DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Minggu (2/4/2023). Yang hadir, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketum PAN Zulhas, Ketum Golkar Airlangga Hartato hingga Plt Ketum PPP Mardiono.
Namun, yang paling berkesan tentu kehadiran Presiden Jokowi yang sempat bercanda mengenai kenaikan elektabilitas Prabowo Subianto bukan karena sering ikut dirinya saat kunjungan kerja ke lapangan. Tapi karena kinerja Prabowo dan Partai Gerindra. Jokowi juga mengaku bulan depan bersedia mengajak Zulhas turun ke pasar-pasar, kalau memang itu bisa menaikkan pula elektabilitasnya.
Acara buka bersama yang akhirnya berlanjut dengan rapat antara Jokowi dengan ketua umum partai politik pendukungnya itu menjadi informasi liar kemana-mana. Karena ada dua partai pendukung yang disebut tidak datang, PDIP dan Partai Nasional Demokrat (NasDem). Itulah yang menjadi cikal bakal informasi liar, PDIP akan ditinggal koalisi Gerindra-PKB dengan KIB yang beranggotakan Golkar, PAN dan PPP.
Sebenarnya, kalau ditelaah lebih dalam, tidak ada alasan meninggalkan PDIP. Karena Jokowi adalah PDIP dan PDIP adalah Jokowi selama ini. Tak ada yang meragukan ke-PDIP-an Jokowi. Antara keduanya tak bisa dipisahkan. Mungkin ada yang bilang, tanpa PDIP Jokowi bukan siapa-siapa. Tapi yakinlah, tanpa Jokowi, PDIP belum tentu akan memang di Pileg dan Pilpres 2014 dan 2019. Karena banyak pemilih Jokowi yang akhirnya memilih PDIP, dan sebaliknya.
Namun, kabar ditinggalkannya PDIP itu memang menjadi trending topik dalam beberapa hari terakhir. Meski tak semeriah NasDem yang ditinggalkan, bahkan dikait-kaitkan dengan reshuffle kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin. NasDem kini sedang harap-harap cemas, kalau-kalau penggantian Menteri tidak hanya mengganti Menpora yang jadi Wakil Ketua PSSI saja. Tapi juga sekalian Menteri-Menteri dari Partai NasDem.
Kembali ke soal meninggalkan PDIP, rasanya tak seberani itulah mereka. Buktinya, Zulkifli Hasan langsung mengungkap alasan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak hadir adalam acara silaturahmi dengan Presiden Jokowi. Keduanya disebut sedang berada di luar negeri, tanpa merinci kemana dan dalam urusan apa.
PDIP sampai hari ini masih “menggantung” sikap mereka terhadap siapa yang akan dicalonkan. Yang pasti, Ketum Megawati yakin, kader PDIP lah yang akan didaftarkan ke KPU jelang Pilpres. Namun, siapa namanya masih belum terang. Partai banteng moncong putih memiliki dua kader utama, pertama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Ketua DPR RI Puan Maharani yang tak lain tak bukan adalah anak kandung Megawati.
Jadi, kalau koalisi yang bertemu Jokowi itu jadi bergabung, dipastikan calon Presidennya adalah Prabowo Subianto dari Gerindra. Karena, tidak ada nama yang lebih kuat daripada itu. Selanjutnya, akan kembali partai-partai ini akan berpolemik siapa yang akan dijadikan sebagai Cawapres mendampingi Prabowo. Baik PKB, PAN, PPP, Golkar memiliki jagoan masing-masing. Meski nama mereka masih jauh dari harapan.
Andai saja koalisi ini lebih besar lagi dan menggandeng PDIP, pastinya kemungkinan Cawapres ya Ganjar atau Puan. Kalau dilihat dari popularitas dan elektabilitas, Ganjar lah yang akan dipilih. Karena, Ganjar di beberapa lembaga survei malah ditempatkan di atas Prabowo dan saingannya Anies Baswedan. Meski banyak pihak menduga, Ganjar akan merosot karena menolak Timnas Israel yang menyebabkan gagalnya Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Pilihan partai-partai pemerintah meninggalkan atau membawa PDIP itu sebenarnya tidak susah-susah betul. Kalau memang meninggalkan, toh mereka masih bisa menggandeng Ganjar sebagai Cawapres. Karena, PDIP bisa saja tak mencalonkan mantan anggota DPR RI ini sebagai Capres, karena semua ditentukan oleh Megawati seorang. Puan diperkirakan akan dijagokan oleh Megawati, apalagi PDIP tak perlu pasangan partai koalisi.
Ketika ini benar-benar terjadi, maka PDIP akan menjadi partai solo yang bisa saja menggandeng siapun untuk dijadikan Capres dan Cawapres. Tak menutup kemungkinan menggandeng Anies Baswedan yang telah dijagokan PKS, NasDem dan Demokrat untuk posisi Capres. Apakah Anies akan jadi Cawapres Puan atau sebaliknya, panggung politik ini masih cair, masih lama. Karena di kesempatan terakhirlah nama-nama pasangan yang akan dibawa ke KPU ini direlis. Persis seperti Pilpres sebelum-sebelumnya.
Soal PDIP ini, Partai NasDem sebenarnya sudah mulai memberikan interpretasinya sendiri. Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali mengatakan, dengan tidak hadirnya perwakilan dari PDIP, seperti partai berlambang banteng itu ditinggalkan oleh Jokowi dan ketua umum partai lainnya.
Katanya, kalau memang terbentuk koalisi besar lima partai ini bergabung berarti meninggalkan PDIP. Walaupun memang diketahui PDIP memenuhi syarat untuk maju sendiri tanpa koalisi. Dia meyakini koalisi besar meninggalkan PDIP. Sebab jelas sekali tidak hadirnya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Silaturahmi Ramadan bersama Jokowi yang digelar di DPP PAN itu.
Sebelumnya, NasDem sempat panas dingin. Jokowi tidak mengikutsertakan dua Menteri dari NasDem dalam rapat terbatas (ratas) yang membahas sejumlah isu di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Kedua menteri yang dimaksud berasal dari Partai Nasdem, yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Satu lagi Menteri NasDem, adalah Menkominfo Johnny G Plate yang sedang tersangkut kasus korupsi di Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kata Jokowi, dua Menteri itu diduga ada kegiatan di luar kota. Jadi tidak sempat hadir dan memberikan perwakilan mereka saja. Ini sebenarnya adalah sinyal yang lebih kuat, daripada isu meninggalkan PDIP dengan koalisi besar, Jokowi lebih serius dalam “meninggalkan” NasDem dalam cabinet. Partai yang jelas-jelah telah menyatakan dukungan terhadap “antitesa” Jokowi.
Saat ini, ada dua pihak yang berpikir keras. Satu pihak ditantang apakah berani meninggalkan partai besar PDIP, pihak lainnya apakah berani keluar dari pemerintahan. Karena, pendiri republik ini, Ir Soekarno pernah berujar, “Barang siapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.” Kalau masih berada di tepian, mengapung, atau sekadar melihat ke kedalaman laut, maka mutiaranya tak akan terlihat. Jauh. (Wartawan Utama)