Oleh: Reviandi
Ekos Albar akhirnya memenangkan Pemilihan Wakil Wali Kota (Pilwawako) Padang sisa masa jabatan 2019-2024 di DPRD Kota Padang dalam rapat paripurna istimewa, Rabu (5/4/2023). Mayoritas wakil rakyat memilih Ekos yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN), ketimbang Hendri Susanto dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Suaranya 36 berbanding 9 suara.
Artinya, seluruh anggota DPRD Padang hadir saat itu. 100 persen. Jumlah yang dapat dianggap fantastis, karena sangat jarang paripurna bisa dihadiri total anggota dewan. Tidak hanya di DPRD Padang, tapi juga di DPRD Kabupaten dan Kota, Provinsi sampai DPR RI. Untuk memenuhi kuorum dua per tiga saja, kadang harus ditunda beberapa kali skors sidang. Dilanjutkan dengan peserta seadanya.
Wajar saja, agenda di gedung bulek Jalan Sawahan, Padang Timur waktu itu memang benar-benar istimewa. Memilih Wawako yang akan mendampingi Hendri Septa sampai akhir pengabdiannya. Hendri Septa adalah Wako yang sebelumnya Wawako dari Mahyeldi Ansharullah. Mahyeldi yang memenangkan Pilgub Sumbar 2020, menyisakan kursi Wako untuk Hendri Septa.
Sangat gambang sebenarnya memastikan, siapa yang memilih Ekos dan siapa yang mendukung Hendri Susanto. Angka 9 suara yang terpampang di papan tulis di depan paripurna itu sangat identik dengan jumlah anggota Fraksi PKS DPRD Padang. Karena memang, hasil Pemilu 2019 menghadirkan PKS dengan 9 kursi. Hanya kalah dari Partai Gerindra yang memiliki 11 kursi.
Pastinya, sisa kursi lainnya selain Gerindra memilih Ekos Albar. PDIP 3 kursi, Golkar 3 kursi, NasDem 1 kursi, Berkarya 2 kursi, PPP 3 kursi, PAN 7 kursi, dan Demokrat 6 kursi. Kalau PAN, sudah pasti akan mendukung kadernya Ekos Albar, sesuai amanah partai. Namun yang menarik adalah, dua partai koalisi PKS jelang Pileg 2024 mendatang.
Mereka adalah Partai Demokrat yang punya enam kursi dan NasDem satu kursi. Diketahui, PKS, Demokrat dan NasDem sudah memastikan koalisi mengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024 mendatang. Namun nyatanya, untuk Pilwawako Padang mereka belum kompak. Masih lebih memilih jagoan PAN yang sebenarnya tidak akan berkoalisi dengan mereka di Pileg dan Pilpres nanti.
Kalau kita berbaik sangka, kemungkinan dua partai ini belum mau terang-terangan menyatakan dukungan mereka kepada PKS. Partai yang sejak 2009 lalu selalu mengisi kursi kepala daerah di Kota Padang. Dimulai saat kadernya Mahyeldi menjadi Wakil Wali Kota mendampingi Wali Kota Fauzi Bahar yang dilantik 2009. Lalu Mahyeldi menjadi Wali Kota Padang 2014 dan 2019. Kini, jabatan itu lepas, karena Wako dan Wawako sama-sama berasal dari PAN.
Jikapun PKS, NasDem dan Demokrat bergabung memilih Hendri Susanto, jumlah kursi mereka hanya 16 kursi. Masih bersisa 29 kursi yang dikuasai partai-partai lainnya. Melakukan lobi tambahan pun riskan, karena yang akan diajak tentunya partai yang secara garisan, tidak akan berkoalisi dengan PKS di Pilpres mendatang.
Banyak yang menyampaikan hal ini di media sosial, selain menyatakan putusnya jejak kepemimpinan PKS di Kota Padang. Ada yang membawa-bawa, kalau Demokrat dan NasDem belum menunjukkan kekompakan dengan PKS. Karena, terang-terangan terlihat tidak mendukung pasangan koalisi mereka. Meski pemilihan katanya “tertutup” di DPRD Padang. Namun, hasil yang terpampang menyatakan, kalau NasDem-Demokrat juga memilih Ekos Albar.
Sampai hari ini, belum terlihat apa “pembelaan” dua partai ini pascakegagalan PKS memenangkan Pilwawako Padang ini. Meski awalnya, banyak yang mengira, karena yang pergi adalah Mahyeldi dari PKS, maka yang tinggal adalah jatah PKS. Karena, Hendri Septa sejak awal dari PAN dan sekarang menjabat Ketua DPD PAN Kota Padang.
Sayang, yang terjadi tidak semulus itu. Karena, PAN juga menyatakan minat dan mengajukan calon untuk Pilkada tak langsung ini. Meski sejak awal, sudah banyak yang memprediksi, siapapun yang diajukan PAN, maka itulah pemenangnya. Berbeda cerita, kalau yang diajukan berasal dari PKS keduanya. Karena memang, yang “kosong” harusnya PKS. PAN sudah naik kelas dari Wawako menjadi Wako.
Sehari setelah kekalahan itu, PKS memperlihatkan sikap kesatra mereka. Meski kalah telak dalam pemilihan di DPRD Padang. Kekalahan yang mungkin tidak terperdiksi setelak itu. Minimal, mereka sudah punya kawan koalisi Pilpres yang sama-sama mengusung Anies Baswedan. Begitu juga partai-partai lain yang saat ini terlihat “berkoalisi” dengan PKS di tingkat Provinsi Sumbar.
Ketua DPD PKS Kota Padang Muharlion mengatakan tidak mau berlama-lama larut dalam kekalahan dan mengucapkan selamat untuk yang menang. Setidaknya, ada tiga iven yang saat ini dipersiapkan PKS dalam Pemilu serentak 2024, yakni Pileg, Pilpres dan Pilkada Kota Padang.
Katanya, PKS tidak idak ingin berlarut-larut dan tidak akan bercerita lagi soal kekalahan. PKS tetap melayani. Bagi PKS Padang, percaturan pemilihan di DPRD sebuah dinamika yang dilewati, kami menghormati proses pemilihan tersebut. Kata-kata yang bijak dari Muharlion, meski sebenarnya sangat pedih bagi dirinya dan Partainya.
Bagaimana tidak pedih. Masih sedap di ingatan saat Ketua MPW PKS Irsyad Syafar menyebut, pencalonan Mahyeldi-Hendri Septa pada 2018 ibarat pantung yang berbalas. Saat Pilkada Padang 2008 lalu, PAN mengusung Fauzi Bahar menggandeng kader PKS Mahyeldi Ansharullah. Kini, mengakiri masa jabatan Wako Padang, PKS tersingkir dan PAN mengambil alih keduanya.
PKS pung tak mau menyalahkan Demokrat dan NasDem yang ternyata tidak mau membantu mereka. Lebih memilih fokus, kalaupun tidak baik disebut “balas dendam.” Karena, 2024, mereka tentu akan menunjukkan siapa “pemilik” kota ini sesungguhnya. Sejak menguasai DPRD Padang 2004 lalu dengan 11 kursi dan menempatkan Hadison sebagai Ketua DPRD, PKS adalah “rajanya” Kota Padang.
Kita lihat saja, bagaimana PKS akan bekerja sama dengan Demokrat dan NasDem dalam menjual Anies Baswedan sebagai calon Presiden mereka. Saat ini, PKS terlihat tancap gas mengampanyekan Anies di Kota Padang. Mulai meninggalkan dua partai koalisi yang sekarang terlihat malah semakin galau, apalagi Demokrat. Demokrat yang saat ini sibuk melawan gerakan Moeldoko yang diisukan kembali akan merebut Demokrat.
Sampai hari ini, belum ada komentar dari Demokrat atau NasDem atas kekalahan telak PKS ini. Sepertinya, tiga partai koalisi Anies ini harus duduk bersama, agar masalah ini tidak menjadi ganjalan mereka saat Pilpres mendatang. Kalau tidak, momen 2024 yang katanya akan menjadi “tsunami” Anies tidak bisa dinikmati tiga partai ini. Karena tidak ada kekompakan dari partai pengusung.
Yang jelas hari ini, Eko Albar bisa menemani masa jabatan Hendri Septa yang akan berakhir 12 Mei 2024, persis sebulan setelah Pileg dan Pilpres. Meskipun pelantikannya masih jauh. Karena harus sampai ke Kemendagri dan Pemprov Sumbar terlebih dahulu. Diketahui, Sumbar hari ini dikuasai oleh Mahyeldi yang merupakan kader PKS.
Pahlawan Afrika Selatan Nelson Mandela pernah mengatakan, “Hanya politisi yang tidak turun ke lapangan yang imun dari melakukan kesalahan. Kesalahan merupakan hal inheren dalam tindakan politik.” Bagi yang kalah hari ini, mungkin memang tidak medannya di pemilihan tidak langsung di DPRD. Namun saat berebut suara rakyat, ceritanya akan berbeda. (Wartawan Utama)