Oleh: Reviandi
Mantan calon Wakil Presiden (Cawapres) 2019 Sandiaga Salahuddin Uno disebut bakal meninggalkan partai politik (parpol) yang membesarkan namanya, Partai Gerindra. Sandi akan berlabuh ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, belum jelas apa jabatan yang ditawarkan partai berlambang Kakbah kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf).
Politisi dan pebisnis selevel Sandiaga pastinya akan mendapatkan posisi yang tinggi andai jadi bergabung. Apalagi, hari ini PPP tidak memiliki ketua umum definitif pascapencopotan Ketum Suharso Monoarfa. Muhammad Mardiono ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP menggantikan Suharso. Pergantian ini buntut dari kontroversi Suharso soal amplop kiai yang memicu masalah internal partai
Penunjukan Mardiono sebagai Plt Ketua Umum PPP diputuskan dalam rapat pengurus harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP), melalui Musyawarah Kerja Nasional yang berlangsung pada 04-05 September 2022 dan dihadiri oleh ketua dan sekretaris dari 27 Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) se-Indonesia.
Posisi Ketum sangat layak diemban Sandiaga Uno yang di Gerindra menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina. Jabatan yang hanya satu anak tangga di bawah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, sekaligus Ketua Dewan Pembina. Jabatan itu diemban Sandi sejak menerima amanah menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017 mendampingi Anies Baswedan. Saat itu Anies-Sandi diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan memenangkan Pilgub.
Jika benar Sandiaga menjadi Ketum PPP, maka kemungkinan peta politik sedikit berubah. Sebelumnya PPP bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar telah mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Sampai hari ini, siapa yang akan dimajukan menjadi Capres atau Cawapres belum ada. Meski ketiga partai ini sudah mencukupi syarat minimal mengajukan pasangan calon ke KPU dalam Pilpres 2024 mendatang.
Tiga partai KIB itu memiliki suara yang cukup signifikan, sekitar 22,6 persen suara tapi lebih dari 20 persen kursi DPR. Karena untuk pencalonan cukup 25 persen suara Pemilu atau 20 persen kursi DPR RI. Suara itu berasal dari Partai Golkar yang mengantongi 12,3% suara, PAN dengan 6,8% suara dan PPP dengan 4,5 %. Secara suara memang belum cukup, tapi kursi DPR sudah mencukupi.
Jumlah anggota DPR RI Periode 2019-2024 sebanyak 575 orang. Artinya, untuk ikut dalam Pilpres 2024, sebuah koalisi harus memiliki 115 kursi. Partai Golkar memiliki 85 kursi di DPR RI, sementara PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi. Dengan begitu, total kursi yang dimiliki KIB mencapai 148 atau melebihi ambang batas 115. Sayang, sampai hari ini belum ada kepastian siapa yang akan memakai tiket ini. Tiket yang sebenarnya “usang” karena hasil dari Pileg 2019 yang juga telah dipakai untuk Pilpres 2019.
Jika benar Sandi akan bergabung dengan PPP dan telah mendapatkan restu dari Prabowo Subianto, kemungkinan Sandi menggunakan KIB sebagai kendaraannya sangat besar. Meski Sandi masih dianggap sebagai bakal Cawapres, bukan bakal Capres. Karena sampai hari ini, tiga besar survei Cawapres masih dipegang Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Jika masih level bakal Wapres, kemungkinan Sandiaga menguasai KIB memang tak banyak. Tapi, membawa KIB sebagai branding bakal Cawapres kepada Prabowo, Ganjar dan Anies sangat memungkinkan. Maka Sandi akan menjadi Cawapres paling oke, karena sudah punya partai pengusung yang pasti. Kendati masih ada nama Ketum Golkar Airlangga dan Ketum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) di sana. Yang keduanya masih beberapa tingkat level surveinya di bawah Sandi.
Kalau ada kemungkinan duet Prabowo-Sandi yang diusung Gerindra-KIB, Ganjar-Sandi yang dijagokan PDIP-KIB atau KIB saja dan Anies Baswedan-Sandi dengan NasDem, PKS, Demokrat dan KIB, maka Sandi adalah seorang pemenang sejati sebelum Pilpres dimulai. Karena tak ada bakal Cawapres yang nilai jualnya setinggi itu. Bahkan terakhir sudah menggelar acara bersama DPP PKS saat Ramadhan.
Namun, untuk kembali menduetkan Anies dan Sandiaga Uno sepertinya agak susah. Karena, partai-partai yang mengusung Anies sudah mendeklarasikan diri mereka mengusung antitesis Presiden Joko Widodo (Jokowi). Artinya, tiga partai ini dapat disebut sebagai oposisi, meski NasDem mengaku masih bagian dari Pemerintahan Jokowi. Sementara Jokowi beberapa kali menepikan NasDem dan Surya Paloh dalam pertemuan-pertemuannya dengan sejumlah partai pendukung.
Sementara, menduetkan Ganjar-Sandi juga belum akan menemui titik terang. Kecuali KIB sepakat mendukung pasangan ini tanpa PDIP. Itu pun kalau Ganjar mau meninggalkan partai yang dibelanya sejak masih menjadi mahasiswa di UGM Yogyakarta. Dalam beberapa kali wawancara, Ganjar mengaku akan selalu setia dengan partai banteng moncong putih itu. Dan siap menunggu perintah, maju atau tidak.
Sayangnya, Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri belum memutuskan siapa yang akan diusung partainya. Setidaknya ada dua nama, Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Dan siapa yang akan diumumkan, menjadi hak prerogatif Megawati sendiri. Bukan DPP PDIP atau petinggi-petinggi partai lainnya. Akan sangat berat untuk Ganjar membawa PDIP berkoalisi dengan partai lain.
Hanya pasangan Prabowo-Sandi yang pernah melawan Jokowi-Ma’ruf Amin yang peluangnya bisa berduet kembali lebih besar. Apalagi, keduanya saat ini menjadi Menteri dalam kabinet Jokowi. Prabowo Menteri Pertahanan, Sandiaga Menparekraf. Dukungan partai juga bukan hal yang sulit bagi pasangan ini. Selain KIB, juga masih ada Partai Gerindra Gerindra yang memiliki 12,5 persen suara hasil Pemilu 2019.
Prabowo-Sandi tentu akan menjadi pasangan Gerindra-PPP dan dibantu sejumlah partai lain. Karena dua partai ini belum mencukupi, baru 17 persen suara. Masih butuh sekitar 8 persen lagi. Tapi Gerindra disebut sudah mengunci Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memiliki 9 persen suara dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) beberapa waktu lalu. Gerindra-PKB saja sudah cukup 20 persen kursi hasil Pemilu 2019. Dari kursi DPR, KKIR sudah meraih 23,66% dari total kursi parlemen. Yaitu dengan rincian perolehan kursi Gerindra 13,57% dan kursi PKB 10,09%.
Prabowo-Sandi juga memiliki modal yang sangat kuat dari sisi elektabilitas dan popularitas. Apalagi mereka adalah alumni 2019 yang sudah berkampanye ke seluruh pelosok negeri. Negarawan dan Peraih Nobel sastra 1953 dari Inggris Winston Churchill mengatakan, “Dalam perang Anda hanya bisa terbunuh sekali, tapi dalam politik Anda bisa mati berkali-kali.” Begitulah politik. Begitulah Prabowo. Begitulah Sandiaga. (Wartawan Utama)