Oleh: Reviandi
Sepanjang libur Lebaran Idul Fitri 1444 H, isu WhatsApp group (WAG) tak lagi sekadar ucapan selamat atau saling memaafkan. Tapi sudah mulai ke arah saling bully terhadap calon Presiden atau membanding-bandingkan siapa calon terbaik untuk 2024. Lebaran seakan tanpa arti, karena Pemilihan Presiden (Pilpres) sudah di depan mata dan “kita” siap terbelah.
Apalagi saat PDI Perjuangan melalui Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mengumumkan calon Presiden partainya Ganjar Pranowo pada 21 April 2024, sehari jelang Lebaran pemerintah. Mega menyebutnya bertepatan dengan Hari Kartini 21 April, tapi warga Muhammadiyah sedang merayakan Idul Fitri. Di Sumbar, Ganjar Pranowo tak semeriah Prabowo Subianto atau Anies Rasyid Baswedan.
Sepanjang hari sejak 21 April itu, begitu banyak video atau tulisan tentang Ganjar yang dibanding-bandingkan dengan ARB, ya Anies Rasyid Baswedan. Banyak kepingan video Ganjar yang dinilai prokorupsi, suka nonton film dewasa dan keburukan-keburukan lainnya. Yang dibandingkan adalah Ganjar dan ARB, bukan Ganjar dengan Prabowo apalagi Prabowo dengan ARB.
Sampai Selasa (25/4/2023) dini hari masih banyak berseliweran perang tak seimbang antara pendukung Ganjar dengan ARB. Utamanya di WAG yang berisikan orang satu daerah, apalagi yang banyak diisi oleh orang rantau. Orang rantau yang pulang sedang mudik banyak juga yang komen. Entah apa marahnya mereka sama Ganjar, tapi tak mau mengusik Prabowo dan ARB.
Sesaat, kehebohan dini hari itu sepi, karena memang pagi mau menjelang. Barulah sekitar pukul 03.00 WIB, bumi berguncang. Sumbar beroyak keras. Yang tertidur bangun, karena rumah mereka seperti bergerak. Bahkan, ada yang super panik dan mencoba mengungsi, karena mengetahui kekuatan gempa mencapai 7,0 skala richter (SR). Tak sedikit yang membuat status di WA mereka, dan menyebarkan di WAG, warga Padang mengungsi.
Ya, pagi jelang Subuh itu memang menjadi pagi yang horror. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tak seperti biasanya, agak lambat menyebarkan pesan. Ada beberapa menit, taka da informasi soal gempa. Yang diketahui hanya gempa 7,3 SR di Samudera Hindia, artinya di bagian barat Pulau Sumatra. Tiba-tiba, BMKG menyebut ada potensi tsunami, dan buncahlah negeri.
Hampir semua WAG yang awalnya menyebarkan informasi soal Pilpres dan sedikit ketegangan yang tak seimbang berubah tema. Semua menyebarkan informasi soal gempa dimana-mana. Ada yang menyebut kencang di Padang, bergoyang di Pariaman, kuat di Pasaman, sampai di Sumatra Utara (Sumut). Warga Kepulauan Mentawai paling dicari, bagaimana kondisi mereka pagi itu.
Informasi lain juga berseliweran. Ada yang menyebut, air laut di Padang surut, warga mulai mengungsi. Sampai di Bypass Padang tiba-tiba kendaraan ramai pukul 03.30 WIB. Orang pada berlarian mengamankan diri, karena peringatan dini tsunami yang disampaikan BMKG. Tak jarang, informasi ini juga tersebar di media sosial facebook, twitter dan tiktok. Hebohlah pagi itu.
Untuk meredakan ketegangan, para anggota Polresta Padang mencoba mendekat ke Pantai Padang, taplau namanya atau tapi lauik (tepi laut). Mereka melakukan live di medsos dan memastikan tak ada perubahan air laut, masih tetap aman. Tidak surut seperti yang disebarkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Yang pasti membuat ketakutan berdasarkan cerita tsunami di Aceh yang diawali dengan surutnya air di pantai.
Barulah jelang pukul 04.00 WIB saat Subuh mau masuk, BMKG mencabut peringatan dini tsunami. Siaran pers BMKG itu pun menyebar dan membuat warga yang mengungsi pulang kembali ke rumahnya. Melanjutkan tidur atau menunggu azan Subuh dan kembali berserah diri kepada Allah SWT. Mengevalausi diri mereka yang baru saja merayakan Idul Fitri, tapi gempa besar menggoyangkan bumi.
Sepertinya, perang urat syaraf yang tidak perlu tentang siapa calon Presiden terbaik mulai memudar. Semua fokus kepada akibat gempa yang katanya bersumber lebih dekat ke Pulau Nias Sumut, ketimbang Pulau Mentawai Sumbar. Memang, sampai pagi hari tak ada laporan yang menyatakan adanya kerusakan bangunan karena gempa. Tidak di Sumbar, tidak juga di Sumut.
Ternyata, tsunami yang ditakutkan itu ada. Kepala BMKG Wilayah 1 Medan Hendro Nugroho mengungkap gempa Mentawai memang juga berdampak di wilayah Sumatera Utara. Tepatnya di Sibolga dan Aigodang. Katanya, tsunami setinggi 11 cm itu sudah berakhir. Laporan kerusakan belum ada, korban juga tidak.
Sebuah hal yang menarik dari perjalanan kita di pagi ini adalah, tak perlu lagi bertengkat soal Pilpres, soal politik, soal Pilkada dan sejenisnya. Karena itu tak akan mengubah apa-apa. Hanya akan meruncing persoalan dan masalah di antara kita. Cukuplah perang di Pilpres 2014 dan 2019 sebagai pelajaran besar berharga yang tak terlupakan. Kita adalah bangsa yang terisi dari orang yang sama, sama-sama orang Indonesia. Kenapa harus pecah karena dukungan yang berbeda. Padahal, saat memimpin, semua akan diayomi, tak ada perbedaan.
Persoalan gempa pagi hari 7,3 SR bisa menyatukan pandangan kita, kalau gempa itu berbahaya. Meski ada yang menyambutnya dengan kepanikan berlebihan dan mengungsi. Ada yang hanya bertahan di rumah, tepatnya di luar rumah. Karena gempa cukup lama menggoyang, ada sekitar 30 detik, setengah menit. Gempa susulan di atas 4 SR juga terjadi berkali-kali meski tak terlalu dirasakan.
Berbeda sikap soal gempa, tapi semua menuju satu solusi, mencari apa yang terjadi sebenarnya dan menghadirkan apa yang harus dilakukan. Bukan memaksakan pendapat ini paling benar dan yang lain super salah. Semua bergerak mencari solusi tanpa harus berkonfrontasi. Tidak saling menjelekkan seperti mendukung siapa calon Presiden idaman.
Kita semua tahu, ada kemungkinan terbangun tiga poros dalam Pilpres 2024. Poros Prabowo Subianto yang dimotori Partai Gerindra, Poros Ganjar Pranowo dengan PDIP dan Poros Anies Baswedan yang dikomandoi Partai Nasional Demokrat (NasDem). Sementara siapa wakilnya belum jelas, masih berada di tangan partai-partai lain yang tak punya Capres. Meski PDIP bisa maju sendiri tanpa membangun koalisi dengan partai lain.
Artinya, gempa sejenak membuat kita lupa, kalau sedang ada potensi perpecahan karena dukungan terhadap seseorang dalam Pilpres. Kembali membuat kita saling bermusuhan dan mencaci-maki. Apalagi kita di daerah yang sudah mengklaim basis si anu dan tidak mendukung si itu. Akan kembali terjadi konflik yang tidak perlu, di tengah bangsa yang masih mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta menyebut, “Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.” Jadi, jangan sampai harus ada gempa dan bencana lain yang membuat persatuan kita terbangun. Karena Indonesia sejatinya adalah bangsa besar yang dibangun di atas persatuan dan kesatuan. (Wartawan Utama)