Oleh: Reviandi
Ramadhan sudah di penghujung dan Lebaran kabarnya agak bertikai antara Muhammadiyah dan pemerintah. Ada yang akan ikut Muhammadiyah, ada juga yang akan ikut pemerintah. Yang jelas, jangan sampai puasanya kurang dari 29 hari. Jadi, pada para Caleg, harusnya bisa memanfaatkan momen jelang berakhirnya bulan baik ini.
Karena, masih banyak yang belum tersentuh dengan bantuan dan sangat berharap kepada para dermawan untuk membantunya. Para Caleg adalah yang paling diharapkan untuk para yatim, duafa dan fakir miskin. Karena, di saat-saat seperti ini, merekalah yang begitu peduli terhadap masyarakat. Tak terkecuali di Sumatra Barat (Sumbar).
Imbauan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang melarang membagi-bagikan THR dan zakat saat Ramadhan kepada para politisi sepertinya tidak begitu dihiraukan. Karena masih banyak orang miskin yang belum mendapatkan bantuan. Jangankan untuk mendapatkan baju baru Lebaran, untuk makan sehari-hari saja sangatlah sulit. Jadi, dekat-dekat Lebaran, makin rajinlah bapak dan ibuk Bacaleg turun berbagi.
Meski kita sadar, partai politik tak memiliki anggaran yang memadai dari negara. Karena itulah para ketua partai sampai jajarannya harus bekerja keras mencari dana untuk menggerakkan roda politik partai. Bahkan tak jarang sampai masuk penjara. Sudah banyak contohnya. Terakhir mantan ketua umum Demokrat Anas Urbaningrum yang baru ke luar penjara karena kasus korupsi wisma atlet di Hambalang.
Pada saat Ramadhan ini, para kader partai politik berlomba-lomba memberikan bantuan kepada rakyat. Dengan harapan ada imbas baliknya saat mereka mengikuti kontestasi. Sampai-sampai ada yang hanya memberikan satu liter minyak, tapi harus melampirkan fotokopi kartu keluarga (KK).
Artinya, para Bacaleg begitu semangat memberikan bantuan kepada masyarakat. Minimal, mereka menyalurkan apa yang di diberikan bos atau atasannya kepada mereka. Mungkin, sebagai calon anggota DPRD Kabupaten/Kota, mereka akan bertandem dengan calon anggota DPRD Provinsi atau DPR RI. Saat dibawa ke masyarakat, minimal namanya ikut serta dalam penyaluran bantuan. Atau, yang agak jahat malah mengubah bantuan dari bosnya atas namanya pribadi. Ini adalah politisi bangsat yang tak tahu diri.
Meski sebenarnya, masalah politik di Indonesia ini memang akan begini-begini sana. Tak akan berubah apa-apa. Karena pendanaan politik atau partai politik masih sangat kecil dari negara. Lebih banyak dari orang per orang atau memanfaatkan lembaga-lembaga yang lainnya. Untuk satu Caleg Kabupaten atau Kota saja, bisa menghabiskan ratusan juta agar dipilih oleh masyarakat dan duduk di DPRD. Belum lagi kalau maju ke DPR RI atau Pilkada, pasti jauh lebih besar.
Tak salah kiranya Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, pendanaan bagi partai politik perlu dibenahi dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel agar politik transaksional yang dapat memicu perbuatan korupsi bisa lenyap.
Menurutnya hal ini menjadi penting karena dalam beberapa hari terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap sejumlah kepala daerah karena dugaan korupsi. Mereka adalah Bupati Kapuas Kalimantan Tengah Ben Brahim S Bahat, dan istrinya, Ary Egahni; Bupati Kepulauan Meranti Riau M Adil; serta yang terbaru adalah Wali Kota Bandung Yana Mulyana.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemilihan kepala daerah atau pemilu di Indonesia masih berbiaya tinggi. KPK menunjukkan, untuk maju sebagai kepala daerah, dibutuhkan dana yang bisa menyentuh sampai angka Rp150 miliar. Kebutuhan tersebut dimulai dari kebutuhan untuk membayar uang mahar dan akhirnya mendapatkan rekomendasi pencalonan dari parpol hingga kebutuhan operasionalisasi saat Pilkada dilangsungkan.
Jadi, begitu mahalnya biaya bermain politik kita, membuat banyak orang yang menyiasatinya dengan beragam hal. Ada yang berutang, menjual tanah, menjual rumah atau menggadai barang-barang atau aset mereka. Hal inilah yang disebut masih membuat kemungkinan korupsi terjadi di Indonesia. Semua harus diisi dengan uang atau apalah yang akan membahagiakan calon pemilih.
Saat Ramadhan ini, yang banyak beredar adalah sembako, kain sarung, baju Koko sampai paket-paket Lebaran. Para bakal Caleg akan wara-wiri ke kompleks-kompleks untuk menyalurkan apa yang mereka bawa. Bahkan, untuk bantuan yang diberikan, dia akan meminta jaminan satu suara, meski pastinya belum dapat mengikat. Tak jarang setelah satu Caleg pergi, maka yang lain akan datang. Akan membawa hal yang kurang lebih sama, tapi menginginkan suara yang sama.
Selama Ramadhan, beragam cara dilakukan politisi untuk mendapatkan hati para pemilihnya. Tak heran, bagi perekonomian ini adalah hal yang baik. Karena permintaan terhadap barang-barang semakin meningkat. Tak ada yang tak laku hari ini, untuk diberikan kepada para calon pemilih. Soal pelanggaran, pastinya belum akan ditegur Bawaslu atau Panswaslu. Karena masa kampanye belum dimulai, unsur-unsur yang ada belum memenuhi syarat kampanye. Tak akan ada hukuman. Aman.
Namun, yang paling baik adalah bekerja keras untuk masyarakat, agar mendapatkan hatinya. Seperti yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi),”Bekerja untuk rakyat adalah kampanye yang baik.” Pasti yang bisa bekerja untuk rakyat saat ini adalah perahan atau incumbent. Yang belum mendapatkan jabatan, ya sabar dulu. (Wartawan Utama)