Oleh: Reviandi
Jelang Lebaran 2023, masalah tol kembali mencuat ke permukaan. Bukan, bukan tol yang harganya didiskon oleh pengelola, tapi tol di Sumbar yang masih belum tuntas juga. Bahkan, jalan tol Padang-Sicincin yang 36 KM saja belum juga ada gambaran akan tuntas di 2023 ini. Kabar-kabarnya, 2024 akan diselesaikan oleh pihak pembangun.
Tak heran, saat ini Sumbar kembali jadi olok-olok se-Indonesia, minimal Sumatra karena menjadi daerah yang belum memiliki tol yang tuntas. Dan tak akan dilalui oleh jalan tol saat mudik tahun ini. Bahkan, banyak berseliweran di media sosial (medsos), kalau 2024 nanti dari Sumatra Utara sampai Jawa Timur sudah terhubung dengan jalan tol, tapi meninggalkan Sumbar. Karena sekarang sedang dikebut tol Jambi-Pekanbaru.
Tol Jambi-Pekanbaru ini kabarnya sedang dikebut pengerjaannya oleh pemerintah pusat. Karena melihat tol Padang-Pekanbaru yang panjangnya “hanya” 254 KM masih akan jauh dari tersedia pada 2024. Selain menyisakan Padang-Sicincin yang baru dikerjakan sekitar 30 persen, masih panjang perjalanan ke Riau.
Karena tol Padang-Sicincin hanya bagian dari tol yang dilanjutkan dengan Seksi 2 Sicincin–Bukittinggi, Seksi 3 Bukittinggi–Payakumbuh, Seksi 4 Payakumbuh–Pangkalan. Lalu terus bersambung Seksi 5 Pangkalan–Bangkinang dan Seksi 6 Bangkinang–Pekanbaru. Dari ruas ini, Bangkinang-Pekanbaru sudah digunakan maksimal, dan Pangkalan-Bangkinang juga sudah dimulai, tapi dari arah Riau.
Tak heran, banyak yang menyebut, pembangunan jalan tol di Sumbar paling lambat dibanding daerah lain. Pastinya, masalah utama di Sumbar adalah, pembebasan lahan yang begitu lambat. Bahkan beberapa kali terhenti, ya karena belum tuntasnya pembebasan lahan. Terhenti, ribut dan lanjut, begitulah selama beberapa tahun terakhir.
Akibatnya, akan membuat orang nomor satu di Sumbar sedikit kehilangan pamornya di tingkat lokal sampai nasional. Apapun prestasi prestisius yang didapat, tidak akan mengubah apa-apa. Karena Gubernur Sumbar Mahyeldi akan terus mendapatkan celaan, karena dapat dianggap gagal membangun tol di Sumbar. Apalagi sejak dilantik Maret 2021, belum banyak pergerakan pembangunan tol Padang-Sicincin.
Gubernur Mahyeldi paham, andai tol Sumbar-Pekanbaru ini tak juga beringsut, bisa-bisa akan berpengaruh kepada elektabilitas atau tingkat keterpilihannya. Masa jabatan Mahyeldi-Audy akan terhenti di November 2024, saat Pilkada serentak nasional digelar. Waktu kerja yang hanya tiga tahun dan sembilan bulan akan begitu mepet dan akan meninggalkan bengkalai yang banyak.
Sebagai politis sejati, Mahyeldi akan sangat paham akan hal ini. Ketua DPW PKS Sumbar ini memiliki rekor 100 persen dalam karirnya di dunia politik. Dimulai dari Pemilu 2004 yang mendudukkannya sebagai wakil Ketua DPRD Sumbar, Pilwako Padang 2008 sebagai Wakil Wali Kota, dua kali Pilwako Padang 2013 dan 2018 yang menjadikannya Wako Padang. Terakhir, Pilgub Sumbar 2020 yang dimenangkannya.
Buya – begitu sapaan Mahyeldi akhir-akhir ini lebih dikenal, tidak akan berdiam diri, andai tol tidak membuat karirnya “tol” di Pilgub 2024. Karena itu pulalah begitu seringnya Mahyeldi memanggil BPN, pengelola tol, OPD Sumbar terkait sampai Bupati Padangpariaman untuk berembuk. Agar pembebasan lahan ini segera tuntas. Terakhir dia bisa menyebut angka di atas 90 persen sudah tuntas dan bisa dikerjakan saja lagi oleh pembangun.
Sementara tol dibangun, Mahyeldi sedang mencoba menerapkan satu jalur atau one way jalan Padang-Bukittinggi untuk mengurangi kemacetan saat libur Idul Fitri 1444. Hal yang telah belasan tahun menjadi momok menakutkan bagi perantau yang pulang ke Sumbar. Alih-alih meninggalkan macet di perantauan, malah bertemu macet yang super di kampung halaman. Padang-Bukittinggi, bisa “normal” sampai 10 jam lamanya. Apalagi kalau ke Payakumbuh, tambah sajalah agak 2-3 jam lagi.
Idul Fitri sekarang, akan diterapkan jalan Bukittinggi-Malalak untuk menuju Kota Padang. Malalak adalah daerah Kabupaten Agam yang berbatas dengan Sicincin Padangpariaman. Jalan sudah lumayan baik dan besar, meski masih ada ancaman longsor kalau hari hujan. Sementara orang dari Padang, tetap melalui jalur biasa, Padang-Lubuk Alung-Padangpanjang dan Bukittinggi.
Upaya itu adalah langkah Mahyeldi untuk tetap mengamankan dirinya dari ancaman terdegradasi elektabilitasnya jelang Pemilu dan Pilkada 2024. Karena, sebagai incumbent, dia pastinya tidak ingin merosot secara politis. Yang akan membuat para calon rival bersorak, baik yang telah menjadi lawan 2020 atau orang-orang baru yang merasa bisa mengalahkan Mahyeldi yang kinerjanya, utamanya soal infrastruktur tidak begitu hebat.
Insfastruktur lain yang sudah dibangun pusat pada era Gubernur sebelum Mahyeldi saat ini juga menjadi perhatian. Jangankan untuk menyelesaikan yang baru, untuk menjaga yang sudah ada saja, Gubernur disebut belum berhasil. Ya, jembatan flyover Kelok Sembilan di Limapuluh Kota yang mulai jadi legenda, kondisinya kini memprihatinkan.
Tak mau terjadi hal yang lebih buruk, Guberjur Mahyeldi menyayangkan maraknya aktivitas masyarakat yang berjualan dan parkir di sepanjang flyover. Kegiatan tersebut bisa mengancam keselamatan pengendara dan merusak struktur jembatan. Karena jembatan memang bukan untuk parkir, dan memang bukan untuk berjualan.
Mahyeldi meminta semua pihak memahami dan meminta flyover itu dikembalikan kepada fungsi sesungguhnya. Agar aman untuk dilewati, baik dari sisi pengendara maupun struktur jembatan. Karena sudah banyak yang mulai rusak, apalagi di dekat lokasi pedagang berjualan yang selalu basah oleh air dan digunakan tak semestinya. Mahyeldi harus lebih ekstra keras dalam menjaga flyover.
Tapi, sebagai incumbent infrastruktur dapat memengaruhi posisi seorang incumbent dalam kontestasi berikutnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah dianggap berhasil membangun banyak infrastruktur di Indonesia, termasuk di bagian Timur. Hal itulah yang membuatnya lebih mudah menang di Pilpres 2019 saat kembali head to head dengan Prabowo Subianto.
Namun, tidak semua yang mengikuti Jokowi yang mendapatkan tuahnya. Meski telah menjual-jual pembangunan infrastruktur yang katanya didukung penuh oleh Jokowi. Contohnya Hendra Joni yang merupakan incumbent Bupati saat Pilkada Pessel 2020. Dia seperti menjargonkan diri sebagai bapak “pembangunan” Pessel dan menebengkan hal itu karena bantuan Jokowi. Hasilnya, Hendra Joni tumbang di tangan wakilnya Rusma Yul Anwar.
Jadi, tak serta-mertalah politik dan pembangunan inftastruktur itu sejalan dan bisa menguntungkan seseorang yang menggunakannya. Karena infrastruktur tidak semuanya langsung dinikmati masyarakat yang akan memilih. Kadang, hanya digunakan segelintir orang saja, meski dampaknya bisa mengenai semua pihal. Jalan tol misalnya, tidak semua menikmati. Tapi, harga kebutuhan pokok, sandang dan papan bisa lebih turun karena efektifitas yang didapat dari jalan berbayar itu.
Presiden Jokowi berujar, “Tanpa infrastruktur, jangan mimpi negara ini bisa bersaing. Pembangunan infrastruktur adalah masalah pemerataan dan keadilan,” Jokowi benar, tapi sulitnya membangun infrastruktur bisa menjadi bumerang bagi yang mencoba memakainya untuk mendapatkan kekuasaan. Karena waktu yang dipakai, kadang tak bisa ditunggu oleh masa jabatan yang singkat. (Wartawan Utama)