Kesetiaan (Partai) Politik

Bendera Partai Politik

Oleh: Reviandi

Dua hari mengikuti kegiatan Prabowo Subianto di Sumbar, satu kata kunci yang sangat ditekankan mantan Danjen Kopassus itu adalah kesetiaan. Berkali-kali Prabowo menyatakan, pentingnya kesetiaan. Termasuk kesetiaan kepada partai politik (Parpol), selain kesetiaan terhadap NKRI. Entah apa arti kata-kata Prabowo itu.

Bahkan, Prabowo mengutip pesan dari mantan atasannya, Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD). Disiplin adalah nafasku, kesetiaan adalah jiwaku, kehormatan adalah segala-galanya. Namun, yang paling ditekankan oleh Prabowo adalah kesetiaan adalah jiwaku.

Banyak yang mengasumsikan, Prabowo menyebutkan itu untuk menyindir mantan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Sandiaga Salahudin Uno. Pria yang dalam dunia politik dibesarkan Prabowo dan Gerindra itu, kini telah resmi keluar dan pindah ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di PPP, Sandi belum mendapatkan apa-apa, tidak jabatan ketua umum, tidak juga menjadi calon Presiden. PPP telah mendeklarasikan Ganjar Pranowo.

Kesetiaan terhadap partai politik sepertinya tidak lagi sesuatu yang sakral hari ini. Saat pendaftaran Caleg dibuka, banyak kader partai yang pindah haluan. Apalagi yang tidak mendapatkan kesempatan maju sebagai Caleg dari partainya. Pindah partai dengan “dendam” membara kepada partai yang membuangnya adalah hal yang biasa.

Bukan tanpa alasan mereka nekat pindah partai jelang penutupan pendaftaran Caleg ke KPU pada 14 Mei 2023. Surat pengunduran diri dari partai sebelumnya kini laris, bahkan banyak beredar di grup-grup yang diisi orang-orang politik. Karena, salah satu syarat pindah partai ya surat pengunduran diri. Kalau tidak, maka tak bisa diterima partai barunya.

Di Kota Padang, ada mantan caleg suatu partai 2019 yang mencoba peruntungan ke partai lain 2024. Dia berharap, tuah Capresnya bisa dimanfaatkan olehnya untuk duduk di DPRD Padang. Sayang, sampai pendaftaran Caleg dimulai 1 Mei 2023, namanya tak masuk dalam daftar Caleg. Dia kalimpasiangan, dan mencoba mencari partai lain.

Sayang, logikanya tak lagi bekerja dengan baik. Untuk kembali ke partai lama tentu malu. Dan mencoba mendaftar ke partai yang Capresnya berbeda dengan Capres partai yang menolaknya. Bahkan, Capresnya dapat dianggap tak laku di daerah pemilihannya. Jadi, kalau lolos dengan partai barunya sebagai Caleg, harapan terpilih pun tak ada.

Bukan tak ada Caleg yang lolos ke DPRD setelah pindah partai. Ada, tapi jumlahnya tidak banyak. Bahkan, ada yang berada di tingkat DPR RI. Seperti Akbar Faisal yang menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura 2009-2014 dan pindah ke Partai NasDem 2014-2019. Sayang, 2019 dia tak lolos lagi ke Senayan dari NasDem. Sekarang memilih membangun chanel youtube dengan podcast bertajuk “Uncensored.”

Kalau di DPRD Provinsi atau Kabupaten dan Kota jangan ditanya. Yang sudah berurat berakar di salah satu partai pun, bisa pindah ke partai baru karena merasa tidak yakin di partai lamanya. Ada juga yang di detik-detik akhir pendaftaran menyatakan pindah partai. Ada yang lolos, tak sedikit yang tidak jadi apa-apa dan keluar lagi dari partai barunya. Menunggu Pemilu berikut untuk memastikan, mau bertarung dari partai mana.

Benar memang, kesetiaan terhadap partai ini semakin jauh. Loyalitas politisi yang disebut kader partai ini tidak lagi terlihat saat Pemilu akhir-akhir ini. Tidak ada kader yang benar-benar membaktikan dirinya kepada partai, dan setia. Banyak yang berpikir, partai harus memberikan sesuatu kepada mereka. Bukan sebaliknya, berbakti kepada partai, tapi tetap harus menunggu kesempatan bisa mendapatkan sesuatu.

Apa yang disampaikan Prabowo mungkin ada benarnya juga. Di lokasi tempat Prabowo menggelar pertemuan itu, Tanahdatar, Wakil Bupati Richi Aprian adalah usungan Partai Gerindra. Diangkat sebagai bendahara DPC Gerindra Tanahdatar. Namun, hari ini sudah berstatus ketua DPD Partai NasDem Tanahdatar yang tak mendukung Prabowo Subianto. Mendukung rivalnya, Anies Baswedan yang diusung NasDem, PKS dan Demokrat.

Tidak hanya di Tanahdatar, Bupati Pessel Rusmayul Anwar juga adalah kader Gerindra yang kini menjadi orang PDI Perjuangan. Padahal, saat Pilkada 2020 lalu, dia berstatus ketua DPC Partai Gerindra Pessel. Sempat heboh Sumbar, saat kartu tanda anggota (KTA) Rusmayul Anwar di PDIP keluar. Orang Gerindra Sumbar menganggapnya pengkhianat.

Di tingkat nasional pun, saat Jusuf Kalla (JK) tak lolos dalam pencapresan Partai Golkar 2004, dia meninggalkan partai yang telah membesarkan namanya itu. Tapi, JK bukan kaleng-kaleng. Setelah memenangkan Pilpres bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dia kembali ke Golkar. Bahkan mengambil alih tampuk kekuasaan Golkar mengalahkan Akbar Tanjung dalam musyawarah yang berjalan ketat. Golkar saat itu baru saja kalah Pilpres dengan menjagokan Wiranto dan Salahuddin Wahid. Wiranto pun akhirnya terdepak dari Golkar dan mendirikan Partai Hanura pada Desember 2006.

Seperti Wiranto, Prabowo sebenarnya juga kader Golkar sejak pensiun dari TNI. Bahkan, Prabowo sempat bersaing dengan Wiranto dalam konfrensi Partai Golkar mencari calon Presiden 2004. Prabowo kalah, dan pada 6 Februari 2008 mendirikan Partai Gerindra. Partai yang hari ini digadang-gadang bisa melewati perolehan PDI Perjuangan pada Pilpres 2024. Hasil lembaga survei banyak yang merelis Gerindra hanya tertinggal sedikit di bawah PDIP yang sama-sama di bawah 20 persen, tapi di atas 15 persen.

Prabowo berujar, saat dia keluar dari Golkar dan mendirikan Gerindra, dia menemui semua sesepuh Golkar. Partai yang didirikan mantan mertuanya, Presiden Soeharto tahun 1964.  Prabowo mengaku, secara etika dia wajib minta izin kepada para sesepuh Golkar. Namun, dia menyayangkan sejumlah kader Gerindra yang hengkang ke partai lain tanpa pamit.

Saat menjadi Ketum Golkar 2004-2009, Jusuf Kalla pernah berujar, pada alam demokrasi dan keterbukan saat ini, kesetiaan seseorang kepada partai politik hanya berdasarkan manfaat yang diperolehnya. Jika tak bermanfaat, dengan mudah “melepeh” partai ini ke tanah.

JK yang sempat “kabur” dari Golkar dan diusung Demokrat, PKB, PKS, PAN, PBB dan PKPI 2004 saja sudah mengakui, kalau kesetiaan terhadap partai politik itu begitu sulit. Jadi, apa yang digaungkan oleh Prabowo soal kesetiaan, adalah hal yang sangat mengkhawatirkan. Tak banyak yang begitu setia ke partai, apalagi membela ideologi partainya.

Nazril Irham atau Ariel Noah pernah berujar, ”Tetaplah setia kepada impianmu, peliharalah api harapanmu, dan bersegeralah melakukan sesuatu yang menjadikanmu dibutuhkan oleh sesamamu.” Apa yang disampaikan Ariel ini memang berat. Karena itu, dari Pemilu ke Pemilu kita akan tetap melihat bagaimana kutu luncat partai tetap eksis. (Wartawan Utama)