DPD RI Asal Sumbar Bisa apa?

Kantor Perwakilan DPD RI di Kota Padang, Sumbar.

Oleh: Reviandi

Saat pendaftaran calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) dibuka oleh KPU dari 1-14 Mei 2023, tak hanya partai politik (parpol) yang merapat. Tapi, para bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI juga bersiap-siap. Meski mereka telah bertarung dan syarat dinyatakan lengkap, tapi tetap harus mendaftar sebagai calon peserta Pemilu.
Awalnya, ada sekitar 26 orang yang mendaftar sebagai bakal calon anggota DPD RI yang akan memperebutkan empat jatah. Tiga di antaranya adalah incumbent, Emma Yohanna, Muslim M Yatim dan Leonardy Harmany. Satu incumbent lainnya, Alirman Sori memilih maju ke DPR RI dari partai politik. Partainya kemungkinan Golkar, karena Alir memang orang Golkar sejak lama.
Namun akhirnya, hanya 18 orang yang dinyatakan lolos setelah tahapan verifikasi administrasi dan faktual oleh KPU. Dua orang gugur meski lolos verifikasi administrasi, namun gagal di faktual. Sampai Senin (8/5/2023) baru tiga orang saja yang pendaftarannya diterima oleh KPU. Itu tak masalah, karena pendaftaran DPD ini hanya soal waktu.
Berbeda dengan pendaftaran Caleg yang tetek bengeknya begitu banyak dan membuat puyeng pengurus partai. Apalagi, bakal calon anggota DPD RI itu sudah melewati tahapan yang berat sebelum berkasnya dinyatakan lengkap. Jadi, pendaftaran ini tak ubanya sekadar formalitas saja, karena sejatinya mereka sudah hampir menjadi calon anggota DPD RI asal Sumbar.
Mereka yang telah dinyatakan lolos itu adalah Abdul Aziz dengan dukungan 2.502 pemilih di 19 kabupaten dan kota, Cerint Iralloza Tasya 2.170 pemilih di 14 kabupaten dan kota, Desrio Putra 2.243 pemilih di 18 kabupaten dan kota, Dirr Uzhzhulam dengan 2.413 pemilih di 19 kabupaten dan kota. Emma Yohanna 2.510 pemilih di 19 kabupaten dan kota, Hendra Irwan Rahim 2.642 pemilih di 13 kabupaten dan kota, Irman Gusman 2.315 pemilih di 14 kabupaten dan kota, Irfendi Arbi 2.035 pemilih di 12 kabupaten dan kota.
Lalu Jelita Donal 2.056 pemilih di 19 kabupaten dan kota, Jhoni Afrizal 2.004 di 15 kabupaten dan kota, Leonardy Harmainy 2.188 pemilih di 12 kabupaten dan kota, Mevrizal 2.173 di 19 kabupaten dan kota, dan Muslim M Yatim 3.275 di 18 kabupaten dan kota. Selain itu ada Nurkhalis 2.763 pemilih di 19 kabupaten dan kota, Rifo Darma Saputra 2.185 pemilih di 16 kabupaten dan kota, Yonder WF Alvarent 2.011 di 18 kabupaten dan kota, Yong Hendri 2.252 di 19 kabupaten dan kota, dan Yuri Hadiah 2.136 di 14 kabupaten dan kota.
Banyak yang berpendapat, dari empat jatah kursi, setidaknya sudah ada tiga nama yang bisa bercokol kembali. Bahkan, bisa saja empat kursi sudah “terisi” dan sangat susah bagi calon lain masuk. Mereka adalah tiga incumbent ditambah satu mantan ketua DPD RI Irman Gusman. Keempat orang ini punya basis masing-masing yang bisa saja kembali melaju ke senayan.
Namun, hari ini kita tidak perlu menganalisis, siapa yang akan maju atau terdepan. Namun, empat orang terpilih ini apa sih peranannya untuk Sumbar. Sejak Pemilu 2004 Sumbar terus mengirimkan wakilnya ke pusat dari DPD. Jumlah itu sama dengan seluruh provinsi di Indonesia. Karena DPD diaggap mewakili daerah bukan jumlah penduduk. Berapapun penduduknya, wakilnya tetap sama, empat orang.
Mungkin, karena DPD hanya dianggap sebagai pengganti unsur Perwakilan Daerah di MPR RI, peranan mereka seperti tidak ada apa-apanya. Di Sumbar pun, tak terlihat peran dari wakil rakyat ini, karena memang tidak punya power dan anggaran yang bisa mereka bawa untuk daerah. DPD seakan sibuk bersidang yang tak perlu, seolah-olah masih mencari tambahan kekuatan mereka.
Bukan sekadar sebagai utusan daerah atau utusan golongan seperti di era Orde Baru yang tugasnya tak jelas. Hanya memenuhi kuota MPR yang bersidang sangat jarang. Paling hanya memastikan pelantikan Presiden dan pengesahan Undang Undang tertentu saja. Sampai hari ini, memang, DPD seperti tidak bertaring, bergigi pun tidak.
Bahkan, DPD RI belum bisa menjadi perwakilan daerah yang berpedan dalam mengecek atau mengawal otonomi daerah dan berperan dalam menjaga daerah dari berbagai segi. DPD juga tak terlihat mampu bersinergi dengan Gubernur dan Kepala Daerah Kabupaten dan Kota, begitu juga di Sumbar. Tak terlihat peranan empat “legislator” ini dalam membantu pembangunan Sumbar.
Berbeda dengan 14 anggota DPR RI yang bisa begitu dominan dalam membantu pembangunan, kalau merekerja baik dan sesuai tupoksi. Seperti memastikan anggaran-anggaran pembangunan Sumbar seperti pembangunan jalan tol, fly over Sitinjau Laui, pembangunan Pasar Raya Padang, Pasar Atas Bukittinggi dan lainnya. Begitu juga dengan anggaran Kementerian seperti Kemenag, Kemendag, Pendidikan dan lainnya.
Sementara DPD, bahkan saat Irman Gusman menjadi ketuanya 2009-2004, tidak banyak berperan. DPD masih sibuk memastikan, apa yang bisa mereka kerjakan membantu Indonesia. Kekuatan yang mereka punya belum selevel DPR RI yang begitu juga dengan komposisi partai politiknya. Ada yang berada di pemerintahan dan ada yang di oposisi.
Tak salah kiranya, ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan, DPD RI merupakan sebuah lembaga yang memiliki mandat besar karena dipilih dan mewakili daerah secara murni, tetapi diberi kewenangan yang kecil. Padahal seharusnya adanya mandat yang besar, juga harus diimbangi dengan kewenangan yang besar pula.
Refly menilai seharusnya DPD RI diberikan fungsi menentukan dan fungsi persetujuan dalam pembentukan Undang Undang. Tetapi saat ini kedua fungsi tersebut tidak diberikan kepada DPD RI. Padahal keduanya merupakan fungsi yang krusial sebagai sebuah lembaga parlemen.
Dalam proses legislasi, peran DPD RI dibatasi hanya sampai tahap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU). Itupun DPD RI hanya dianggap sebagai satu fraksi saja, bukan sebagai bicameral function atau fungsi bikameral. Bikameral merupakan sistem lembaga legislatif yang terdiri dari dua kamar atau badan. Sistem ini biasa diterapkan sebagai perwujudan mekanisme check and balances antar kamar-kamar dalam satu lembaga legislatif.
Selain itu, DPD juga tidak memiliki  fungsi pengawasan dan anggaran, dimana dalam prakteknya hanya digantungkan pada DPR RI, seharusnya ada power sharing. Jadi memang, menjadi anggota DPD RI hanya mentereng sebagai “waki” rakyat, tapi tak bisa berbuat banyak untuk rakyat. Pun demikian, setiap lima tahun puluhan tokoh mencoba peruntungan naik kelas melalui jalur ini, termasuk di Sumbar.
Kalau kekuatan yang didapat menjadi anggota DPD RI tidak sekuat DPR RI, pastinya gajinya juga tidak sebesar DPD yang punya dana reses dan lainnya. Sebagai anggota DPD RI pada 2019-2024, gaji dan tunjangan anggota DPD RI itu sebesar Rp71,5 juta. Sementara jika memiliki jabatan baik sebagai ketua, wakil ketua dan alat kelengkapan lainnya, bisa bertambah sekitar Rp50 jutaan lai. Artinya bisa menerima Rp100 jutaan sebulan.
Meski kita tak banyak berharap kepada anggota DPD, tapi tetap berharap mereka punya kinerja seperti yang dipesankan oleh Presiden pertama RI, Ir Soekarno. “Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, berjuang karena rakyat, dan aku penyambung lidah rakyat.” Jangan hanya menjadi pejabat yang dipilih oleh rakyat, tapi tak begitu peduli saat duduk di kursi empuk Senayan. (Wartawan Utama)