Oleh: Reviandi
Setelah Litbang Kompas merilis hasil survei beberapa hari lalu, sejumlah partai politik kulai ketar-ketir. Pasalnya, hanya enam partai yang mendapatkan persentase di atas 4 persen. Hal itu tentu sangat mencemaskan, mengingat ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4% pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024.
Memang, itu baru sebatas hasil survei sebelum Pemilu 14 Februari 2024. Masih ada 9 bulan lagi untuk para pengurus partai berbenah. Kalau tidak, siap-siap saja tak akan menempatkan wakilnya di DPR RI tahun depan. Tidak lagi akan memiliki wakil di parlemen yang bisa membawa aspirasi partai sampai perjuangan ideologi. Selain memperjuangkan nasib rakyat di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing tentunya.
Mengacu kepada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemilu, PT merupakan syarat perolehan suara minimum bagi partai politik untuk mendapatkan kursi di DPR RI. Sayang sekali, sudah berjuang jauh-jauh hari, menghabiskan energi, dana dan waktu, tapi tak ada yang sampai di Senayan. Hanya bisa duduk di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota saja.
Dalam hasil survei Litbang Kompas diperlihatkan PDI Perjuangan berada di posisi puncak elektoral dengan 23,3 persen, disusul Gerindra 18,6 persen, Demokrat 8,0 persen, Golkar 7,3 persen, NasDem 6,3 persen, PKB 5,5 persen. Hanya enam partai itu yang akan lolos PT, jika mengacu kepada hasil survei lembaga yang disebut-sebut paling kredibel di Indonesia ini.
Sementara sejumlah partai yang tahun 2019 nangkring di DPR RI, bisa saja tak lagi mendapatkan kursi mereka. Seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang hanya mendapatkan angka 3,8 persen saja. Padahal, pada Pemilu 2019, PKS mendapatkan 11.493.663 suara atau 8,21 persen. Sungguh angka yang berbahaya bagi PKS yang telah mendeklarasikan dukungan kepada Anies Baswedan.
Di bawah PKS, ada Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga bisa tak lolos ke parlemen karena hanya memiliki survei 3,2 persen. Padahal, PAN Pemilu lalu mendapatkan suara 9.572.623 atau 6,84 persen. Kalau tidak cepat bergerak, PAN bisa-bisa memang tak mengirimkan wakilnya lagi ke DPR. Apalagi saat ini, PAN punya saingan Partai Ummat yang didirikan Amien Rais. Tokoh reformasi pendiri PAN.
Bahkan, sekelas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga dibayangi hasil buruk pada Pemilu mendatang. Litbang Kompas hanya menyuguhkan angka 2,9 persen. Jauh di bawah suara mereka 2019 sebesar 6.323.147 suara atau 4,52 persen. PPP malah ditempatkan di bawah Partai nonparlemen tapi juga alumni 2019 Partai Persatuan Indonesia (Perindo) di angka 3,1 persen. Tanpa ketua umum definitif, PPP memang belum bisa berbuat banyak. Mungkin, menjadikan Sandiaga Uno sebagai Ketum PPP, bisa mengubah partai ini lebih baik.
Di bawah partai-partai itu, ada sejumlah lain yang suaranya di bawah 1 persen. Mereka adalah Partai Hanura, PBB, PSI, Gelora, Buruh, Garuda, Ummat dan PKN. Sangat berat perjuangan mereka untuk menjadi 4 persen sebagai syarak st minimal ke DPR. Mungkin, 15,8 persen responden lainnya yang menjawab tidak tahu masih bisa jadi harapan bagi mereka. Artinya, floating mass atau masa mengambang yang belum menentukan pilihan masih cukup banyak.
Tapi apakah enam partai yang disampaikan Litbang Kompas itu benar-benar sudah aman? Belum pasti juga. Khusus PDI Perjuangan, angka ini sebenarnya cukup mengkhawatirkan. Karena dalam survei sebelumnya, PDIP di angka yang hampir sama, 22,9 persen. Bahkan dalam survei lembaga-lembaga lain, PDIP sudah hampir menyentuh angka 25 persen dan hari ini juga turun ke 23-an persen. Untuk lolos PT, mungkin PDIP mudah, tapi menjadi pemenang kembali setelah 2014 dan 2019 agak berat.
Pasalnya, koalisi mereka di pemerintahan, Partai Gerindra mengalami kenaikan signifikan. Dari Januari hanya 14,3 persen, saat ini menjadi 18,7 perden. Lompatan drastis 4,4 persen ini adalah ancaman besar bagi PDIP. Apalagi, Gerindra sedang gencar-gencarnya menjual sosok Prabowo, sang Ketum yang juga calon Presiden tunggal. Diprediksi, Gerindra bisa terus naik dan PDIP stagnan. Pengumuman Ganjar sebagai Capres ternyata tak mengatrol PDIP lebih tinggi.
Partai Demokrat yang pernah punya suara 20 persen pada 2009 lalu mulai kembali menggeliat. Mengunci posisi ketiga bukan karena kenaikan signifikan, tapi lebih kepada penurunan survei Partai Golkar. Litbang Kompas merilis Demokrat 8,0 persen, turun 0,7 persen dari Januari 2023. Jumlah itu sangat baik bagi Demokrat yang juga telah mendeklarasikan calon Presiden Anies Baswedan. Sedangkan Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) belum pasti jadi Cawapres.
Partai Golkar yang belum memastikan kemana arah dukungan partainya, ke Prabowo atau Ganjar juga telah mendapatkan kerugian mereka. Nilai surveinya anjlok dari 9 persen Januari tinggal menyisakan 7,3 persen saja. Ketum Golkar Airlangga Hartarto sepertinya belum laris sebagai Capres/Cawapres untuk mengatrol elektabilitas partai. Harus mengalkulasikan ulang, apa sebenarnya langkah tepat bagi Golkar kalau tak ingin pindah ke barisan partai di bawah 4 persen.
Satu lagi partai pengusung Capres Anies yang mengalami penurunan adalah NasDem. Jika Januari lalu berada di 7,3 persen pascamengumumkan pencapresan Anies, sekarang turun jadi 6,3 persen saja. Padahal, survei dilakukan sebelum ditangkapnya Menkominfo yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) NasDem Johnny G Plate. Ada kemungkinan, NasDem akan terus turun karena kasus yang menjerat Sekjen dan tidak naiknya elektabilitas Anies Baswedan.
PKB juga mengalami sedikit penurunan di Bulan Mei versi Kompas. Memiliki elektabilitas 5,5 persen atau sedikit di atas PT membuat PKB harus lebih tegas menyatakan sikap. Karena sebelumnya, PKB di Januari bernilai 6,5 persen. Meski menyatakan telah mendukung Prabowo sebagai Capres, PKB masih mencla-mencle soal koalisi dan masih berharap Ketum Muhaimin “Cak Imin” Iskandar sebagai Cawapres Prabowo. Hal yang membuat PKB dinilai belum konsisten dalam bersikap. Padahal, 2019 PKB punya suara 13.570.097 atau 9,69 persen.
Meski persentase itu menakutkan bagi parpol, setidaknya Litbang Kompas masih “menggaransi” margin of error 2,83 persen. Artinya, angka itu masih bisa naik 2,83 persen, tepi juga bisa turun dalam nilai yang sama. Litbang Kompas merilis hasil survei terbaru yang dilakukan pada 29 April-10 Mei 2023 dengan 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi.
Seperti diketahui, aturan PT pertama kali diterapkan dalam Pileg 2009 sebesar 2,5% melalui UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Dengan ambang batas tersebut, ada sembilan partai yang melenggang ke Senayan. Ambang batas parlemen kemudian dinaikkan menjadi sebesar 3,5% pada Pileg 2014, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Lewat ambang batas tersebut, ada 10 partai yang berhasil menduduki DPR. Pada Pileg 2019, ambang batas parlemen kembali dinaikkan menjadi 4%. Sebanyak sembilan partai berhasil melampaui PT tersebut masuk DPR.
Jadi, perjuangan masih panjang. Jangan para pengurus partai sampai Bacaleg dan kader-kader sudah keder duluan. Ingat apa yang dikatakan Raden Adjeng Kartini, “Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam.” Jadi, sebelum Pemilu 2024 masuk pencoblosan, ayo buktikan. (Wartawan Utama)