Oleh: Reviandi
Sepekan terakhir, nama calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto melejit dari hasil berbagai lembaga survei. Berbeda dari akhir 2022, Prabowo kini dianggap Capres terkuat, bahkan saat head to head dengan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. “Kebangkitan” Prabowo itu sepertinya dimaklumi, tapi cerita bukan semata sampai di situ.
Kini, isu yang lebih gencar adalah siapakah yang akan menjadi wakil dari Prabowo, Ganjar dan Anies? Meski sejumlah nama telah muncul sejak beberapa bulan terakhir, tapi dipasangkan kemana malah bikin bingung. Belum ada satu pun pasangan calon yang dideklarasikan, bahkan sekadar deal saja.
Teranyar, Demokrat “mendesak” Anies segera mengumumkan calon Wapresnya. Hal ini sontak memicu kehebohan di internal koalisi Demokrat, NasDem dan PKS. Demokrat dan NasDem begitu banyak “bentrok” di berbagai media, baik televisi dan media sosial sampai ke youtube. Bahkan, ini disebut menjadi cikal-bakal keretakan Koalisi Perubahan.
Demokrat menilai, semakin turunnya hasil survei Anies sampai di 18 persen dari mayoritas lembaga survei, karena masih belum diumumkannya siapa yang akan menjadi Cawapres. Padahal, sudah banyak kandidat yang bisa diumumkan, termasuk Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kader PKS Ahmad Heryawan (Aher).
Hasilnya, sejumlah petinggi NasDem melihat ini sebagai “ancaman” dari Demokrat yang seperti masih memaksa AHY dijadikan Cawapres. Ini juga memantik kecurigaan, Demokrat ingin secepatnya diumumkan, agar bisa menentukan sikap. Karena, sepekan terakhir, AHY disebut juga diminati Ganjar dan PDIP.
Intinya, Demokrat ingin segera tahu, apakah AHY dijadikan Cawapres Anies atau bukan. Tapi, hal ini tentu punya konsekwensi berat. Kalau AHY merapat ke kubu PDIP dengan Ganjar-AHY, koalisi Anies dipastikan timpang. Kehilangan Demokrat, sama saja dengan Anies kehilangan tiket menuju Pilpres. Dilema memang.
Apakah semudah itu bagi AHY akan dipasangkan dengan Ganjar Pranowo yang masih berada sebagai “petugas” partainya PDIP yang diketuai Megawati Soekarno Putri. Kita tahu, Megawati dengan Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah terjadi perang dingin. Bahkan, bertahun-tahun tidak bersalaman selama SBY menjadi Presiden 2004-2014. SBY dan Mega bertarung dalam dua kali Pilpres, 2004 dan 2009 yang dimenangkan SBY.
Jika Ganjar-AHY, artinya PDIP-Demokrat, maka ini adalah sebuah surprise besar dalam politik Indonesia. Dua partai yang menguasai tiga Pemilu terakhir (Demokrat 2009, PDIP 2014 dan 2019), bersatu untuk memenangkan Pemilu dan Pilpres 2024. Sebuah hal yang sangat menarik, saat Mega-SBY berkampanye bersama memenangkan dua “anak” mereka, Mega dengan anak idiologisnya Ganjar dan SBY dengan anak biologisnya AHY.
Pun demikian, isu Ganjar-AHY ini buru-buru dibantah oleh pentolan partai berlambang bintang mercy. “Capres kami Anies Baswedan.” Begitu penegasan sejumlah kader utama Demokrat di berbagai media. AHY pun sepertinya tak mau ditarik dalam polemik itu, dan menyerahkan sepenuhnya Cawapres Anies kepada Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 itu.
Jadi, AHY saat ini dapat disebut punya dua peluang, di Ganjar atau Anies. Menjadi Cawapres Prabowo agak lebih riskan. Karena latar belakangnya yang sama-sama militer dengan Prabowo. Sejak Order Baru, belum pernah ada militer-militer menjadi Presiden-Wapres. Terakhir kali saat Try Sutrisno menjadi wakil nya Presiden Soeharto periode 1993-1998. Selanjutnya, sang jenderal digantikan teknokrat BJ Habibie.
Selain pekannya AHY, Menteri BUMN Erick Thohir juga menjadi bakal Cawapres yang menarik. Namanya muncul sebagai pemuncak hasil survei untuk posisi Cawapres. Hal yang menonjol bagi Erick adalah jabatan barunya sebagai Ketua Umum PSSI. Dia berhasil membawa Indonesia meraih emas SEA Games 2023 di Kamboja. Prestasi yang terakhir didulang 32 tahun silam.
Erick sangat banyak disandingkan dengan Prabowo, ketimbang Anies dan Ganjar. Prabowo-Erick sering menjadi diskusi hangat, karena PKB sebagai partai koalisi Gerindra disebut tidak keberatan jika konglomerat ini menjadi Cawapres koalisi Kebangkkitan Indonesia Raya (KIR). Erick juga sudah menjadi bagian dari keluarga besar Nahdatul Ulama (NU) yang menjadi basis utama pendukung PKB.
Sejumlah pengamat juga sempat menyebutkan peluang Erick mendampingi Ganjar. Secara hitung-hitungan partai bisa, karena PDIP tidak butuh pasangan koalisi, namun akan terasa aneh. Karena, Ganjar dan Erick pernah berada di pihak yang sangat berbeda saat batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 yang akhirnya berlangsung di Argentina.
Saat itu, sebagai Ketum PSSI, Erick sangat getol memastikan Indonesia menjadi tuan rumah. Sementara Ganjar, menjadi bagian dari penolak, karena keikutsertaan Timnas Israel yang disebut tak punya hubungan diplomatik dengan Indonesia, dan sedang menjajah Israel. Penjajahan adalah musuh utama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKR).
Dengan Anies, Erick juga kurang terbentuk chemistrynya. Banyak hal yang membuat Anies-Erick tidak bisa disatukan. Apalagi Erick bukan kader dari salah satu partai pendukung Anies. Selama menjadi Menteri BUMN, Erick juga disebut banyak berbeda pendapat dan kepentingan dengan Anies, meski masih menjabat Gubernur DKI. Anies mungkin lebih dekat dengan sahabatnya Erick yaitu Sandiaga Uno. Mereka telah teruji dalam Pilkada DKI 2017.
Memang, ada sejumlah nama yang kembali mengapungkan duet Anies-Sandi yang sempat menghebohkan Indonesia 2017. Saat ini, Sandiaga bukan lagi kader Gerindra, dan ternyata belum terdaftar sebagai kader PPP. Sandi malah disebut sekarang sedang “baretong” dengan PKS. Apakah Sandi akan disodorkan PKS sebagai Cawapres Anies atau tidak, belum ada kepastian.
Sandi saat ini juga sangat jarang disandingkan dengan mantan duetnya di Pilpres 2019 Prabowo, apalagi Ganjar. Sandi yang masih menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sepertinya mulai kehilangan momentumnya. Apalagi, PPP dan PKS mulai enggan menyatakan Sandi merapat kepada mereka, dan berpeluang dimajukan di Pilpres. Sandi seperti sedang tidak beruntung, meski punya “gizi” yang banyak sebagai modal ikut kontestasi.
Nama lain yang sempat hadir di papan atas adalah Menkopolhukam Mahfud MD. Sayang, setelah viralnya statemen-statemennya, baik sejak kasus Ferdy Sambo sampai korupsi Johnny G Plate, namanya meredup. Mahfud yang sempat disebut jadi Bacawapres Jokowi 2019, kini semakin sibuk dengan tugas Plt Menteri Kominfo pengganti Johnny. Padahal, Mahfud bisa saja disandingkan dengan Prabowo karena dekat dengan PKB, atau Ganjar karena dekat dengan Jokowi. Kalau bersama Anies, dia sendiri yang pernah menolaknya.
Begitulah hari-hari ini, tiga Capres masih jomlo yang membuat banyak orang penasaran. Nama Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur Jatim Kofifah Indarparawangsa, Menteri Sosial Tri Rismaharini juga masih mengisi nama-nama itu. Jadi, kita tunggu sajalah siapa yang akan diumumkan. Bukankah kata Jenderal Try Sutrisno, “Tugas wakil Presiden itu jelas membantu Presiden dalam menjalankan tugas. Jadi tidak benar kalau Presiden dan Wapres bagi tugas seperti bagi kue.” Nah, apakah Warpres 2024-2029 akan kembali seperti Wapres saat ini, ya terserah saja. (Wartawan Utama)