Oleh: Reviandi
Meski riak-riak antara “kubu” calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo tak terlihat, sejatinya keduanya sedang bertarung. Mungkin lebih berat pula dari pertarungan mereka dengan calon lainnya, Anies Baswedan. Satu hal yang mereka sedang perebutkan, tak lain dan tak bukan adalah Joko Widodo (Jokowi).
Berbeda dengan Anies yang timnya selalu menggemakan antitesis Jokowi, tim Prabowo dan Ganjar kerap menyebut jagoannya penerus Jokowi. Baik sebagai Presiden, sampai-sampai dengan legacy atau peninggalannya. Yang utama tentu melanjutkan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan. Apakah kalau Anies Presiden, IKN tak dilanjutkan? Belum ada pernyataan resmi dari kubu ini.
Seringnya Jokowi memperlihatkan kemesraan dengan Prabowo, diduga memancing kecemburuan dari kalangan pendukung Ganjar, utamanya PDI Perjuangan. Apalagi, Jokowi-Prabowo kerap terus memperlihatkan kemesraan, pascadeklarasi Ganjar sebagagai Capres PDIP 21 April 2023. Seolah-olah Jokowi tak terlalu merisaukan apa yang akan terjadi di kubu PDIP yang masih dipimpin Megawati.
Begitu pula saat akhir pekan lalu, Jokowi mengundang Prabowo Subianto ke Istana Bogor hanya sekadar makan siang. Meski banyak yang menyatakan, tidak ada “makan siang” yang gratis. Pasti ada sesuatu yang dibahas, selain tugas-tugas Kementerian. Ya soal copras-capres yang kian hari kian seru, eh membosankan. Karena sejak hulu, hanya tiga nama yang ditampilkan.
Padahal, rakyat ingin pilihan sebanyak-banyaknya. Bayangkan, dari 270 juta penduduk Indonesia, yang disebut layak jadi Presiden hanya tiga. Sisanya sekitar 10 orang jadi calon wakil Presiden. Lebih susah pula dari mencari pasukan Timnas Indonesia yang berkualitas, minimal masuk lapangan 11 orang. Tapi, ya kita harus terima saja, memang itu baru calon yang bisa ditampilkan.
Mungkin 2029 dan seterusnya bisa lebih banyak. Asalkan Presidential Thresold (PT) diubah. Tak lagi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara Pemilu legislatif. Tapi benar-benar nol persen PT, agar semua elemen bisa mendukung Presiden yang mereka yakini terbaik. Bukan hanya disediakan partai yang pastinya sarat kepentingan, dengan harus mengutamakan partai terlebih dahulu.
Kembali kepada Prabowo dan Jokowi yang kian mesra. Sampai-sampai kader PDIP menyebut, kebersamaan Jokowi dan Ganjar lebih sering, lebih dekat dan tak seberapa dengan Prabowo. Yang sekali-kali dan sudah dihebohkan media. Bahkan jadi tema di berbagai flatfrom media sosial dan mainstream. Apalagi, Jokowi-Prabowo kerap memperlihatkan kemesraan di medsos masing-masing yang punya jutaan pengikut.
Lalu, seperti apa kemesraan Jokowi dengan Ganjar? Keduanya adalah kader utama PDIP. Keluarga Jokowi memang jauh-jauh hari sudah berada di PDIP. Termasuk anaknya yang menjadi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan menantunya yang menjadi Wali Kota Medan Bobby Nasution. Jadi, kurang dekat apa lagi antara Jokowi dengan Ganjar.
Tapi, semua tak semudah itu. Bukan mentang-mentang satu partai, tiba-tiba Ganjar akan didukung Jokowi. Kalau bisa diperintahkan oleh partai saja, tak mungkin Ganjar mau repot-repot mendekati dan mengaku dekat dengan Jokowi. Tapi karena dia sadar, pemilih Jokowi tak semuanya PDIP, akhir-akhir ini sering kita dengar Ganjar memuji Jokowi. Lebih sering dari sebelum Ganjar diresmikan PDIP jadi Capres.
Dua hari lalu, Ganjar menegaskan komitmennya melanjutkan kesuksesan program Presiden Jokowi. Menurutnya, Jokowi telah membuat fondasi untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara berdikari di bidang ekonomi sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Katanya, semua kesuksesan Jokowi dalam 10 tahun memimpin Indonesia harus dilanjutkan, serta ditingkatkan nilai tambahnya bagi bangsa Indonesia. Ganjar menilai Presiden Jokowi sudah memberikan yang terbaik kepada Indonesia selama dua periode. Salah satu yang paling sukses yaitu pembangunan infrastruktur di berbagai daerah.
Apa yang disampaikan Ganjar itu tak ubahnya seperti yang disampaikan Prabowo di berbagai kesempatan. Keduanya paham, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi yang telah mencapai angka 80 persen adalah jaminan kemenangan dalam Pilpres. Jokowi yang dulu dicap memble, planga-plongo dan tak punya kapasitas sebagai Presiden, sekarang jadi rebutan papan atas survei Capres. “Tuah” Jokowi sangat diharapkan untuk mendongkrak pemilih.
Kini yang pasti, Prabowo dan Ganjar sedang berebut simpati sampai dukungan resmi Jokowi. Sementara bagi Jokowi, ini adalah momentumnya memperlihatkan, kalau Presiden bukanlah orang yang bisa diatur oleh siapapun, termasuk ketua partai sekali pun. Presiden adalah lambang Negara yang tak bisa diatur oleh orang lain dan hanya akan patuh dan tunduk kepada aturan resmi republik ini.
Jokowi sebenarnya sudah punya pilihan, kemana estafet Presiden ini akan diserahkan. Kepada Ganjar yang satu partai, atau kepada Prabowo yang terlihat benar-benar loyal, meski bersaing dan berdarah-darah dalam dua jilid Pilpres, 2014 dan 2019. Apalagi Jokowi harus menyelamatkan IKN agar diteruskan, serta anak-anak dan menantunya yang sudah terjun ke politik.
Jokowi tak mau seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang trahnya “terputus” karena anaknya masuk politik setelah tak menjabat lagi. Kalah di Pilgub DKI 2017 dan masih terombang-ambing menuju Pilpres 2024. Pasti Jokowi ingin pensiun dengan memastikan keluarganya aman-aman saja. Mungkin Gibran mau naik kelas menjadi Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Bobby jadi Gubernur Sumatra Utara (Sumut) dan Kaesang meruntuhkan “dinasti” PKS di Depok, Jawa Barat (Jabar).
Dalam Catatan Seorang Demonstran, Soe Hok Gie menyatakan, “Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka.” Apakah ini relevan untuk pak Jokowi atau tidak, semua kami kembalikan kepada pak Presiden. (Wartawan Utama)