Minangkabau Berat untuk Banteng

Ganjar Pranowo

Oleh: Reviandi

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP sepertinya masih penasaran dengan Sumatra Barat (Sumbar). Pemilu dan Pilpres 2024 akan kembali dijadikan ajang untuk menguji kekuatan tanduk banteng mereka untuk mendapatkan simpati masyarakat. Apakah kembali “karam” seperti 2019 atau bisa bangkit, akan menjadi pekerjaan berat bagi pengurus dan kadernya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto saat datang ke Sumbar, Rabu 5 Juli 2023 menyebut, kekalahan PDIP maupun Capres yang diusung 2019 terindikasi disebabkan oleh adanya politik identitas. Entah politik identitas apa yang dimaksud Hasto yang terjadi di Sumbar. Sehingga jadi “kambing hitam” kekalahan.

Padahal, kalau dia melihat Pemilu 2014, PDIP punya dua wakilnya di DPR RI, satu dari Dapil 1 Alex Indra Lukman dan satu dari Dapil 2 Agus Susanto. Saat itu, jagoan banteng merah Jokowi-Jusuf Kalla (JK) juga tidak terlalu kalah-kalah betul seperti 2019. Dimana PDIP nol kursi DPR RI dari Sumbar, dan Jokowi-Ma’ruf Amin hanya mendapatkan sekitar 14 persen suara Pilpres.

Dengan bangga Hasto di depan wartawan usai memberikan kuliah umum di Universitas Andalas (Unand) Padang menyebut, partainya telah melakukan evaluasi dan perbaikan. Bahkan, punya strategi baru untuk mendapatkan suara sekitar 4 juta pemilih di Sumbar. Artinya, PDIP tidak jera dan kembali akan berjuang mati-matian di Sumbar.

Salah satu cara yang akan dipakai partai berlambang banteng moncong putih itu adalah melakukan pendekatan kultural terhadap Ranah Minang. Apalagi, Megawati dianggap masih sangat dekat dengan asal usulnya di Minangkabau. Karena Fatmawati ibunya, adalah orang Minang, meski keluarganya telah merantau di Palembang, Sumatra Selatan.

Apa yang diharapkan Hasto dan PDIP sebuah hal yang wajar. Tapi, apakah Hasto dan Ketua DPD PDIP Alex Indra Lukman serta Ketua DPC PDIP Kabupaten dan Kota se-Sumbar benar-benar telah mengevaluasi dan memikirkan cara comeback yang baik. Dan tidak lagi menjadi partai papan bawah yang dianggap hanya menjadi fraksi pelengkap di DPRD.

Apalagi, begitu susahnya PDIP “sekadar” memasukkan nama kadernya dalam lembaga survei untuk duduk di DPR RI kembali pada 2024. Kursi PDIP seperti sudah “tenggelam” di Sumbar, karena belum masif dan kuatnya gerakan para kadernya. Masih terlihat malu-malu, dan hanya duo Alex Indra Lukman dan Albert Hendra Lukman saja yang terlihat “bergerak”. Setidaknya dari baliho dan sejumlah alat peraga yang mereka pasang di Padang dan Sumbar umumnya.

Sepekan terakhir, juga ada kader “muda” PDIP yang mulai memerlihatkan diri untuk merangkul masyarakat. Dia adalah mantan Kapolda Sumbar Irjen Pol (P) Fakhrizal yang juga pernah mencoba peruntungan menjadi calon Gubernur Sumbar 2020. Berpasangan dengan Wali Kota Pariaman Genius Umar, dia hanya menjadi “juara” empat dari empat kandidat.

Sebenarnya, kembalinya Fakhrizal ke politik Sumbar jauh-jauh hari sudah banyak yang memprediksi dan isunya beredar. Tapi, dia disebut akan maju ke DPR RI dari Dapil Sumbar 2. Karena, Fakhrizal adalah orang asli Kamang, Kabupaten Agam yang berada di Dapil 2.

Fakhrizal telah mendeklarasikan diri sebagai calon anggota DPR RI dari Dapil 1 yang terdiri dari Padang, Pessel, Mentawai, Solok, Kota Solok, Solok Selatan, Sijunjung, Dharmasraya, Sawahlunto, Tanahdatar dan Padangpanjang. Daerah yang mungkin dianggap lebih membuka peluang baginya, meski harus bertarung dengan Alex Indra Lukman yang pernah menjadi anggota DPR RI.

Ada masalah yang mungkin sudah dievaluasi PDIP seperti yang disebutkan Hasto itu. Yaitu kerapnya pimpinan PDIP mengeluarkan statemen-statemen yang “menyinggung” masyarakat Sumbar. Utamanya dua tokoh sentralnya, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan anaknya yang juga ketua DPR RI dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Meski berdarah Minang, keduanya seperti memilih jalur “berlawanan” dengan Sumbar.

Salah satunya adalah, Mega pernah menyebut kehidupan di Sumbar sudah berubah. Dia juga bercerita kalau dia bersama putrinya Puan Maharani pernah dibully. Hal itu disampaikan Megawati dalam peringatan HUT Ke-119 Proklamator RI Mohammad Hatta yang digelar oleh Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, 12 Agustus 2021.

Megawati awalnya menyebut kalau saat ini tidak ada tokoh Sumbar yang terkenal. “Dulu saya tahu banyak sekali tokoh dari Sumbar. Kenapa menurut saya sekarang kok kayanya tidak sepopuler dulu kah atau emang tidak ada produknya?” kata Megawati. Ucapan ini sempat membuat masyarakat Sumbar tidak terima dan banyak menghujat Mega.

Sebelumnya, sekitar Oktober 2017, Megawati juga mendapatkan hujatan dari masyarakat Sumbar karena salah ucap kepanjangan SAW saat mendapatkan gelar doctor honoris causa dari Universitas Negeri Padang (UNP). Mega salah ucap lagi menyebut ucapan shalawat yang biasa diucapkan setelah menyebut nama Nabi Muhammad.

Sementara Puan lebih parah lagi. Saat mengumumkan Mulyadi sebagai jagoan PDIP pada Pilgub Sumbar 2020,  Ketua Bidang Politik dan Keamanan PDIP itu dianggap menyindir keras Sumbar. “Semoga Sumatra Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila,” katanya 2 September 2020.

Apa yang disebutkan Puan didukung penuh oleh ibunya Megawati. Mega kembali menyinggung Sumbar dalam pidatonya. Ia mengaku bertanya-tanya soal penyebab PDIP sulit menang Pilkada di Sumbar. Meskipun, kata dia, PDIP sudah mulai memiliki kantor DPC dan DPD di Bumi Minangkabau itu. “Saya pikir kenapa ya, rakyat di Sumbar itu sepertinya belum menyukai PDI Perjuangan,” kata Mega.

Mega mengatakan jika melihat dari sejarah bangsa, banyak tokoh asal Sumbar yang menjadi nasionalis. Ia mencontohkan Bung Hatta yang bersama ayahnya, Bung Karno, menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia. “Padahal kalau kita ingat sejarah bangsa, banyak sekali lho orang dari kalangan Sumatera Barat itu yang menjadi nasionalis,” katanya.

Akhirnya, pernyataan Puan itu berbuntut hukum. Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) melaporkan Puan Maharani ke Bareskrim Polri pada 4 September 2020. Selain polisi, perkumpulan ini berencana melaporkan Puan ke Majelis Kehormatan DPR. Sejumlah laporan lain sempat terdengar saat itu, meski hasilnya sampai saat ini tidak dipublikasikan.

Jadi, PDIP masih akan sangat berat untuk mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Sumbar 2024. Apalagi, PDIP kembali mengajukan tokoh yang sampai hari ini belum mendapatkan simpati masyarakat Sumbar, Ganjar Pranowo. Dibuktikan dengan sangat rendahnya elektabilitas Ganjar dari informasi survei di Sumbar. Angkanya masih jauh dari sekadar 10 persen saja.

Mungkin yang perlu dilakukan PDIP adalah benar-benar mengklirkan “masalah” antara Megawati dan Puan dengan masyarakat Sumbar. Tidak cukup sekadar menyebut darah mereka dari Minang, bahkan ayah Puan adalah datuk di Minangkabau. Perlu langkah yang lebih kongkret, kecuali PDIP tidak menganggap Sumbar sebagai target besar mereka. Karena hanya punya 4 juta pemilih, jauh lebih rendah dari sarang mereka di Jawa yang satu Provinsinya bisa sampai 30 juta pemilih.

Ada “ego” yang harus diturunkan PDIP, Mega dan Puan jika ingin mendapatkan simpati orang Sumbar dan mendapatkan suara lebih baik 2024. Kalau tidak, mereka hanya akan jadi “parami alek” saja. Ingatlah apa yang disampaikan Presiden Soekarno, “Menaklukkan ribuan manusia mungkin tidak disebut pemenang, tapi bisa menaklukkan diri sendiri disebut penakluk yang brilian!” Semua dikembalikan kepada mereka lagi. (Wartawan Utama)