Pemilih Muda Kunci 2024

ILUSTRASI

Oleh: Reviandi

Setiap musim Pemilihan Umum (Pemilu) atau kontestasi politik lainnya tiba, para pemilih pemula selalu menjadi target. Tidak hanya target partai politik atau kandidat Presiden, Gubernur sampai Bupati dan Wali Kota, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun juga melirik para kaum muda.

Jika para kandidat akan memanfaatkan kaum muda untuk mendapatkan suara saat pencoblosan, KPU punya misi lain. Kaula muda jadi kunci suksesnya KPU dalam mendapatkan partisipasi pemilih yang tinggi. Semakin tinggi partisipasi pemilih, semakin tinggi pula capaian kinerja para komisioner lima tahunan ini.

Mengapa orang muda atau pemilih perdana ini menjadi penting, pastinya karena jumlahnya yang banyak. KPU Sumbar menyebut, pada Pemilu dan Pilpres 2024 mendatang, jumlah pemilih pemula atau yang pertama kali mengikuti pencoblosan berjumlah 40 persen dari total pemilih. Sunguh begitu besar dan sangat berpengaruh.

Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Sumbar Pemilu 2024 yang ditetapkan KPU berjumlah 4.088.606 jiwa. Terbagi 2.207.360 pemilih tetap laki-laki dan 2.061.246 perempuan. Artinya, 40 persennya mencapai 1.635.442 orang adalah pemilih pemula. Jumlah yang sangat besar, bahkan kalau para pemuda ini kompak, mereka bisa menentukan siapa yang akan ke Senayan, DPRD Sumbar sampai DPRD Kabupaten dan Kota.

Tapi masalahnya, jangankan untuk memokuskan diri memilih seseorang atau partai tertentu, untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) saja susahnya minta ampun. Mayoritas yang menjadi “tim” golput selama ini adalah para pemilih pemula. Mereka belum mendapatkan apa gunanya berpolitik, memberikan suara sampai mendukung sesuatu.

1,6 juta pemilih Sumbar itu akan menjadi ujian berat bagi KPU Sumbar dan Kabupaten Kota. Andai mereka sudah dapat dipastikan bisa digiring ke TPS, maka partisipasi pemilih yang diharapkan tinggi itu akan tercapai. Karena disebut jumlahnya sudah mencapai 40 persen. Tinggal memastikan lagi, 60 persen yang tersebar dari semua usia.

Apalagi, angka yang harus dikalahkan KPU saat ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan Pemilu 2019. Karena, partisipasi masyarakat Sumbar pada pemilu 2019 adalah sebanyak 75,64%. Dari total jumlah DPT Sumbar  3.882.387, yang menyalurkan hak pilihnya adalah sebesar 2.936.719, dengan total suara sah 2.896.494 dan suara tidak sah 40.225.

Apakah itu karena berhasilnya KPU atau suksesnya partai politik dan tim sukses Capres-Cawapres, yang jelas angkanya meningkat dari Pemilu sebelumnya. Dari data yang dihimpun, partisipasi masyarakat Sumbar pada Pemilu 2014 hanya 63,74 persen. Artinya, meningkat 11.9 % dibandingkansebelumnya.

Ada yang menyebut, tingginya partisipasi Pemilu/Pilpres 2019 karena “terbelahnya” masyarakat karena Pilpres. Para timses Capres ataupun partai berhasil memaksimalkan pendukungnya untuk mendatangi TPS saat Pemilu. Mereka melakukan banyak cara agar pemilih benar-benar memberikan suaranya kepada yang diminta. Meski banyak juga yang menyebut, politik identitas adalah “pemenang” Pileg dan Pilpres 2019.

Terlepas dari berbagai anggapan itu, tugas berat memang sedang menanti komisioner Sumbar yang baru dilantik sebulan lebih lalu. Mereka tidak ada satu pun yang berasal dari anggota periode lalu. Empat dari lima incumbent KPU yang mendaftar kembali, tumbang. Sementara satu orang lagi tak mengikuti, karena sudah dua periode.

Patut didukung semua pihak, saat KPU Sumbar mengajak partai politik melakukan edukasi kepada pemilih muda agar menggunakan hak pilih mereka dalam Pemilu 2024. Karena angka 40 persenrelatif cukup besar sehingga mereka harus mendapatkan pengetahuan tentang kepemiluan.

Apalagi, pemilih muda ini sebagian besar belum menentukan pilihan dalam Pemilu. Kalau pemilih yang telah pernah menyalurkan hak pilih, biasanya sudah memiliki calon yang akan mereka pilih nanti. KPU menyebut, pemilih pemula ini ibaratnya swing voter atau pemilih mengambang yang belum memiliki calon perwakilan mereka di legislatif atau Presiden.

Sejauh ini KPU Provinsi Sumbar sudah memulai merangkul generasi muda dengan melakukan diskusi dan sosialisasi langsung kepada pemilih pemula yang saat ini masih berada di bangku sekolah menengah atas atau perguruan tinggi. Dengan cara turun ke sekolah-sekolah dan kampus melakukan edukasi dan pelatihan Pemilu.

KPU Provinsi Sumbar juga masuk ke ranah organisasi tempat berkumpulnya pemilih muda serta masuk memberikan sosialisasi tata cara Pemilu. KPU terus  memanfaatkan media sosial yang merupakan tempat generasi muda menghabiskan waktu mereka. Bahkan sampai membuat video serta pesan tentang pesta demokrasi lima tahunan ini.

Dengan begitu, KPU generasi terbaru ini mungkin akan terus bergerak menyosialisasikan Pemilu 2024 dengan berbagai caranya. Mereka akan memformulasikan berbagai skenario agar pemilik 40 persen suara yang lebih dikenal dengan Gen Z atau Generasi Z, orang yang lahir pada 1997-2012. Artinya, para Gen Z yang bisa memilih adalah kelahiran 1997-2007 saja, sisanya belum genap 17 tahun sebagai syarat umur minimal pemilih.

Berbeda dengan Pemilu 2019 yang masih didominasi oleh generasi Y yang lebih dikenal sebagai generasi milenial yang lahir tahun 1981-1996. Pemilih pemula atau perdana yang dimaksud menguasai Pemilu 2024 ini hampir dipastikan mereka yang tergabung dalam Gen Z, dan sebagian kecil dari gererasi milenial. Jumlah 1,6 juta di Sumbar adalah sangat signifikan.

Harapan KPU kepada parpol itu sudah benar, dan para pengurus parpol harus bergerak cepat memastikan partai mereka dilirik. Karena, kalau tak mendapatkan dukungan dari kaula muda, dipastikan tak akan bisa menguasai suara mayoritas dan memenangkan Pileg atau Pilpres. Suara orang muda sangat menentukan dalam Pileg dan Pilpres tahun depan.

Apakah para pemilih muda akan cenderung golput atau tidak, Litbang Kompas telah melakukan survenya per Februari 2023 lalu. Hasilnya, kelompok gen Z yang berniat golput (tidak memilih) dalam Pemilu 2024 hanya 0,6 persen.  Artinya, kelompok pemilih gen Z cenderung tidak ingin menjadi bagian kelompok yang antipati terhadap proses Pemilu. Tampak ada potensi antusiasme yang relatif terjaga dari gen Z untuk memberikan suara pada Pemilu 2024. Potret minat ini dapat dijadikan rujukan meningkatkan partisipasi pemilih.

Jika antusiasme itu tinggi, maka para kader parpol tinggal mengarahkannya saja untuk tidak golput dan memilih apa yang mereka anggap lebih baik. Jangan sampai, para pemilih muda ini dianggap pemilih yang jarang ke TPS. Sehingga parpol dan timses Capres hanya fokus menggarap emak-emak yang katanya lebih mudah diarahkan memilih calon tertentu. Karena angka 40 persen ini, jangan sampai jadi bumerang untuk Pemilu 2024 mendatang.

Tapi apakah memang, untuk ke TPS pemuda harus pula digiring oleh KPU atau partai politik. Apakah tidak sebaiknya pemuda itu yang benar-benar ingin mengubah nasib bangsanya melalui Pemilu dan Pilpres. Seperti apa yang disampaikan tokoh perjuangan Indonesia Ibrahim Tan Malaka, “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” Jadi, jangan sampai pemuda melek politik karena disuruh saja, bukan karena keinginan dari dalam hati mereka. (Wartawan Utama)