Beratnya Melanjutkan Kerja Lama

Tiga bacapres Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto di Rakernas XVI Apeksi di Makassar, Kamis (13/7).

Oleh: Reviandi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang beda. Jika banyak pejabat baru yang terkesan “ogah” melanjutkan program dari pejabat sebelumnya, berbeda dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Semua bakal calon Presiden yang akan menggantikan kursinya, terlihat “sepakat” melanjutkan program Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang menjadi “warisan” kepemimpinan Jokowi 2019-2024.

Bahkan, Capres yang disebut antitesa Jokowi yang diusung Partai NasDem, PKS dan Demokrat Anies Baswedan saja terlihat dengan lantang menyebut, tetap melanjutkan IKN Nusantara di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur itu. Berkali-kali disinggung, Anies begitu lantang menyebut tetap akan lanjut.

Namun, Anies memiliki dasar yang jelas. Katanya, IKN bukan lagi wacana atau program yang akan dikerjakan. Tapi sudah kebijakan nasional yang dituangkan dalam Undang Undang sendiri dan telah ditetapkan bersama-sama. Jadi, taka da alasannya untuk membatalkan, menunda atau terang-terangan tidak melanjutkan IKN.

“IKN ini bukan di level gagasan saja, IKN ini sudah menjadi undang-undang dan kita semua ketika dilantik untuk tugas apa pun, itu sumpahnya melaksanakan undang-undang. Ini berbeda kalau kita membahas ini dua tahun yang lalu, pada saat itu masih gagasan, sehingga kita bicara pro dan kontra,” kata Anies di berbagai kesempatan.

Sementara dua bakal calon lainnya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo dengan tegas dan nyata menyebut akan melanjutkan program Jokowi, termasuk IKN. Keduanya memang terlihat sedang berebut mencari “tuah” Jokowi yang dianggap mendapatkan dukungan masyarakat Indonesia selama dua periode. Prabowo dan Ganjar, dengan terang-terangan menyebut akan melanjutkan perjuangan itu.

Bagi Ganjar, sangat jelas karena satu partai di PDI Perjuangan. PDIP yang awalnya tidak terlalu mementingkan Jokowi dalam perjuangan Ganjar, sepertinya juga mulai berubah. PDIP kembali mengikat Jokowi dan keluarganya sebagai juru kampanye bersama anak Ganjar dan anak Puan Maharani.

Teranyar, PDIP mengumumkan  putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming, Putra Ganjar Pranowo (Muhammad Zenedine Alam Ganjar) dan putri Puan Maharani (Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari) menjadi juru kampanye (jurkam) Ganjar. Artinya, PDIP kembali menegaskan, Ganjar adalah penerus Jokowi dan PDIP dalam memimpin Indonesia 2024-2029.

Namun bagi Jokowi, sepertinya hal itu bukanlah harga mati. Sebagai Presiden yang memang diusung PDIP pada 2014 dan 2019, Jokowi mulai menegaskan, dia tidak harus mendukung Ganjar. Hal itu terlihat dengan dilantiknya Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) beberapa hari lalu.

Itu banyak disebut sebagai “perlawanan” Jokowi kepada PDIP. Sebelumnya, PDIP menyebut Projo bukan bagian Timses resmi. Sebagai organisasi kecil yang jauh di bawah partai. Bahkan, pada November 2022, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut gerakan relawan Projo tak jelas. Dia menilai gerakan tersebut selalu berubah-ubah mengikuti arah mata angin.

Artinya, dengan resminya bos Projo dan juga pimpinan lainnya menjadi wakil Menteri dan pejabat, Jokowi menyebutkan Projo bukanlah organisasi kecil. Jokowi menegaskan, Projo sangat penting untuk Jokowi dan gerakannya sebagai Presiden. Tak heran, Jokowi banyak hadir dalam acara Projo yang bernama Musra (musyawarah rakyat) di seluruh Provinsi Indonesia selama 2023 ini.

Sementara Prabowo, dengan lantang menyatakan Jokowi sebagai “mentornya” dalam berpolitik saat ini. Dengan jelas Prabowo menyebut akan melanjutkan semua program yang telah digagas dan dilaksanakan Jokowi. Utamanya IKN yang disebut-sebut awalnya tidak akan mendapatkan dukungan dari Ganjar, apalagi Anies Baswedan. Meski akhirnya ketiga Bacalon Presiden papan atas ini “sepakat” dengan IKN.

Di balik dukungan kepada IKN Jokowi, seharusnya bisa jadi pelajaran bagi seluruh calon pejabat di Indonesia. Bukan hanya untuk Capres saja, tapi juga calon Gubernur, calon Wali Kota, calon Bupati sampai para calon anggota legislatif yang akan bertarung 2024 mendatang. Jangan hanya “menjual” ide akan mengubah segalanya, apa yang telah dikerjakan pejabat sebelumnya, akan dirombak total, bahkan sampai para kepala OPD-nya. Diobrak-abrik semua dan diganti dengan pejabat daerah baru yang masih meraba-raba.

Di Sumbar, ada beberapa “monumen” berupa program pejabat sebelumnya yang kurang dilanjutkan pejabat saat ini. Meski di berbagai kesempatan masih disebutkan, program itu akan dilanjutkan dan tidak diabaikan. Tapi kenyataannya, pembangunan itu tidak ada. Bahkan sekarang terlihat menjadi bentuk “kegagalan” pemerintahan sebelumnya.

Seperti Tarok City di Padangpariaman yang pada masa Bupati Ali Mukhni (2010-2020) sangat diandalkan. Bahkan, gerbangnya sudah dibagun dan bisa dilihat saat kita melaju dari Padang-Lubuk Alung atau Bukittinggi. Tepatnya di Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Padangpariaman. Dulu, hampir setiap hari ada beritanya di berbagai media.

Disebutkan, hampir semua kampus di Sumbar berencana membangun kampus mereka di kawasan yag lahannya sangat luas itu. Kawasan Tarok City seluas 697 hektare disebutkan merupakan tanah negara. Semua dokumen dan legalitas formalnya “clear and clean”. Kemudian kesesuaian tata ruang sudah diakomodir pada revisi RTRW oleh Dinas PUPR.

Sekarang lebih dikenal dengan Kawasan Pendidikan Terpadu Tarok City yang ambisius akan dijadikan sebagai lokasi tempat pembangunan perguruan tinggi di Sumatra Barat. Sejumlah tokoh nasional dan Sumbar dulunya kerap berkunjung dan melihat langsung lokasi. Tapi, sejak Ali Mukhni berganti Suhatri Bur 2020, kawasan ini mulai mati suri.

Gerbang yang dulunya megah berwarna dominan biru itu kini seperti tidak terurus. Meski, Bupati Suhatri Bur masih berharap, berbagai kampus itu jadi membangun di lokasi. Tapi, gerakan itu sepertinya tidak seserius pada zaman pendahulunya. Hanya seperti sekadar untuk “panjawek tanyo” kalau Suhatri Bur yang pernah lima tahun jadi Wakil Bupatinya Ali Mukhnis, tidak benar-benar melupakan seniornya itu.

Hal yang cukup ekstrem terlihat saat Bupati Agam Indra Catri menjabat 2010-2020. Indra dengan nyata tidak melanjutkan keseriusan Agam untuk mengoperasikan KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) yang telah dibentuk di seluruh nagari oleh Bupati Aristo Munandar. Saat Indra menjabat, KJKS banyak yang mati atau “dimatikan.” Akibatnya, banyak pengelolanya jadi pengangguran karena kehilangan pekerjaan sebagai manajer, administrasi, kolektor dan sejenisnya.

Dalam berbagai kesempatan, Indra Catri saat menjadi Bupati sering ditanyakan hal ini. Kenapa seperti tidak mau melanjutkan apa yang telah dirintis Aristo sebelumnya, mengadopsi BMT (Baitul Mall Wat Tamwil) menjadi KJKS. Dengan tegas Indra mengatakan, KJKS banyak terjadi pelanggaran dan penyimpangan. Jadi, dia tidak lagi mau menambah modal KJKS yang bisa saja membuat orang-orang yang terlibat di dalamnya terkena pidana dan lainnya.

Kalau dilirik lagi, sangat banyak kejadian ini terjadi di Sumbar. Bahkan telah berlarut-larut. Sebetulnya, hal ini tidak perlu terjadi. Karena pejabat baru tidak serta merta harus membuat semua hal yang baru. Juga harus memastikan program ungulan sebelumnya juga tetap berlanjut. Mungkin, kalimat Presiden Jokowi ini bolehlah kita kutip sedikit. “Kerja keras tidak boleh berhenti.” Perjuangan harus dilanjutkan, bukan malah diganti total dengan hal yang baru. Tak semua harus bermula dari nol. (Wartawan Utama)