Pilkada 2024 Dimajukan, Persaingan semakin Ketat

Pilkada 2024

Oleh: Reviandi

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang awalnya dijadwalkan Rabu, 27 November 2024 mulai digoyang. Banyak pihak yang mengupayakan hari pencoblosan itu dimajukan September 2023. Hari H pencoblosan di 37 Provinsi dan 508 Kabupaten dan Kota itu diharapkan tidak mengganggu berbagai jabatan politik para kandidat yang berminat maju. Hanya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang tidak menggelar Pilkada karena ‘keistimewaannya’ itu.

Apa alasan di balik dimajukannya jadwal itu? Banyak pihak berspekulasi, dimajukannya dua bulan itu, untuk lebih meriahnya Pilkada. Berkaca dari Pilkada serentak 2020, banyak jagoan yang dirasakan mampu memimpin daerah yang tidak berani maju Pilkada. Karena, alasan harus mundur dari jabatan saat ini, mereka berpikir panjang dan tak berani maju.

Utamanya untuk anggota DPR RI 2019-2024 yang masa jabatanny akan habis 1 Oktober 2024. Jika Pilkada tetap dijadwalkan November, maka mereka harus mundur setelah satu bulan dilantik, jika pada Pemilu 2024 kembali terpilih. Sementara jika Pilkada serentak digelar September 2023, mereka ‘hanya’ perlu mengundurkan diri dari masa jabatan yang sedang berlangsung sampai 30 September 2024.

Artinya, di seluruh Provinsi dan Kabupaten atau Kota, anggota DPR RI yang ingin maju ke Pilkada tak perlu ragu-ragu lagi. Begitu juga sejumlah anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, meski banyak yang dilantik Agustus-September 2019 atau 2024. Jika jabatan legislatif aman, maka mereka tentu tidak akan ragu-ragu maju dalam Pilkada.

Karena Pilkada 2020 telah mengajarkan banyak hal untuk anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota yang ‘nekat’ maju dan tak terpilih. Mereka harus menunggu Pemilu 2024 atau Pilkada berikutnya sebagai rakyat ‘biasa’ saja. Seperti Ketua DPD Partai Demokrat Sumbar Mulyadi yang 2019 terpilih sebagai anggota DPR RI dari Dapil Sumbar II.

Karena dijagokan partainya bersama PAN maju, Mulyadi yang menggandeng Ali Mukhni harus mundur dan digantikan oleh Reza Oktoberia. Pemilu 2024 Mulyadi kembali maju melawan Reza Oktoberia sebagai incumbent. Jika pun masih tertarik maju Pilkada 2024, Mulyadi tak harus mundur lagi dari DPR RI, karena kalau dia terpilih, baru akan dilantik 1 Oktober 2024. Sebulan setelah Pilkada serentak dijadwalkan.

Di DPRD Sumbar, Anggota Fraksi PKS Hamdanus juga merasakan hal yang sama. Saat maju Pilkada Pessel 2020 mendampingi incumbent Hendrajoni, Hamdanus harus meninggalkan kursinya digantikan Mochlasin. Sayang, mereka dikalahkan jagoan Partai Gerindra dan PAN saat itu, Rusmayul Anwar dan Rudi Hariyansyah. Kini, Hamdanus kembali terdaftar sebagai calon anggota DPRD Sumbar dari Dapil 8, Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai.

Begitu juga anggota Fraksi PAN DPRD Sumbar Yosrizal yang menjadi calon wakil Bupati Dharmasraya 2020 mendampingi Panji Mursyidan. Mereka kalah dari incumbent Sutan Riska Tuanku Kerajaan dan Dt Labuan. Kini, Yosrizal mencoba peruntungan menjadi calon anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil Sumbar 1.

Tapi, cukup banyak juga angggota DPRD yang sukses maju ke Pilkada dengan meninggalkan jabatannya sebagai anggota DPRD Sumbar. Seperti Anggota Fraksi Golkar Benny Utama yang menjadi Bupati Pasaman, Andri Warman Bupati Agam (PAN), Safaruddin Bupati Limapuluh Kota (Golkar) dan Sabar AS Wakil Bupati Pasaman (Demokrat). Menariknya, Benny Utama kembali maju ke DPR RI Dapil Sumbar II dan mundur dari kursi Bupati Pasaman.

Salah satu nama yang bisa saja diuntungkan dengan dimajukannya Pilkada serentak 2024 adalah anggota Fraksi Gerindra DPR RI Andre Rosiade. Disebut-sebut Andre bisa melenggang mulus ke DPR RI pada Pemilu 2024. Jika maju Pilgub Sumbar, tentu Andre hanya akan mundur dari jabatan yang sudah hampir lima tahun diembannya. Kalau pun gagal Pilgub Sumbar, Andre bisa saja dilantik sebagai anggota DPR RI 2024-2029 pada 1 Oktober 2024.

Andre sendiri sebenarnya pada 2020 juga pernah digadang-gadang akan dimajukan Gerindra. Namun Nasrul Abit (NA) yang berstatus Wakil Gubernur Sumbar lebih dipilih karena kader senior. NA juga disebut lebih siap, karena sudah lima tahun mendampingi Gubernur Irwan Prayitno pascamemenangkan Pilgub Sumbar 2015. Andre Rosiade juga full mendukung NA saat Pilgub yang dimenangkan Mahyeldi-Audy itu.

Tidak hanya Andre Rosiade, begitu juga dengan sejumlah politisi lain yang disebut-sebut berpeluang maju di Pilgub Sumbar seperti Benny Utama dari Golkar, Ali Mukhni NasDem, Mulyadi Demokrat dan lainnya. Andai mereka lolos ke DPR RI, masih berpeluang dimajukan partainya menjadi calon Gubernur atau wakil Gubernur Sumbar 2024.

Tapi, apakah benar dimajukannya Pilkada itu akan jadi kenyataan, masih jadi perdebatan. Komisi II DPR yang membidangi hal ini dijadwalkan masih akan melakukan rapat di komisi mereka dalam waktu dekat. Apakah memungkinkan Pilkada serentak itu dimajukan atau tidak. Kalau mungkin, tentu harus ada aturan-aturan terbaru yang menguatkannya.

Padahal, aturan yang menyebut DPRD harus mundur jika maju Pilkada, sementara kepala daerah tidak itu adalah ‘kesalahan’ DPR sendiri. Yang membuat aturan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada itu kan pemerintah, baik eksekutif maupul legislatif. Jelang Pilkada 2020, aturan ini pernah digugat oleh sejumjah wakil rakyat dan orang biasa.

Mereka adalah anggota DPR RI F-Demokrat, Anwar Hafid, Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat F-Demokrat, Arkadius Dt. Intan Bano, anggota DPRD Sumbar F-Demokrat, Darman Sahladi dan seorang wiraswasta Mohammad Taufan Daeng Malino. Meminta Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada mengenai syarat anggota DPR/DPRD harus mundur apabila telah ditetapkan sebagai peserta Pilkada dibatalkan. Sayang, Mahkamah Konstitusi (MK) menolaknya.

Dalam pertimbangan putusan, hakim konstitusi, Saldi Isra, menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf s yang digugat merupakan pelaksanaan putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015. Sehingga MK tidak bergeser dari sikap bahwa anggota DPR/DPRD harus mundur ketika ditetapkan sebagai paslon. Saldi juga meminta aturan tersebut tidak dipersoalkan kembali.

Melihat hal ini, jika ada kesepakatan antara pemangku kepentingan kepemiluan mengenai dengan pemajuan agenda pemilihan kepala daerah, seyogianya pembentuk Undang Undang merevisi terlebih dulu Undang-Undang tentang Pilkada. Karena, pemajuan penyelenggaraan Pilkada yang semula November menjadi September 2024 tentu mengandung konsekuensi. Baik anggaran, jadwal yang mepet dan lainnya.

Saat ini, pemerintah disebut sudah mulai ancang-ancang untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Pilkada.  Terbaru, Kapuspen Kemendagri Benni Irwan mengatakan usulan jadwal Pilkada dimajukan itu gagasan dari beberapa pihak baik dari akademisi hingga pengamat, hingga legislatif. Kemendagri memahami adanya usulan tersebut.

Sastrawan dan penulis kondang Goenawan Mohamad menyebut, “Demokrasi: ia melahirkan kuasa yang disepakati, dan ada proses bertukar pikiran sebelum kesepakatan. Ada kesabaran sebelum mulut ditutup dengan ikhlas.” Baiklah, kita tunggulah para pemangku kebijakan bersepakat dulu. Maju atau mundurnya jadwal kontestasi, belum tentu akan mengubah apa-apa untuk rakyat. (Wartawan Utama)