Oleh: Reviandi
Alasan anggota DPR RI asal Dapil Sumatra Utara (Sumut) II Delmeria hijrah ke Dapil Sumbar I pada Pemilu 2024 mendatang ternyata sederhana. Sang suami, Syafri Hutauruk juga maju Pemilu mendatang dari Dapil yang sama. Berbeda dengan Delmeria yang tetap nyaman di Partai Nasional Demokrat (NasDem), Syafri masih setia dengan partai lamanya, Demokrat.
Aneh memang, pilihan partai pasangan suami istri ini berbeda terkait calon Presiden yang diusung. NasDem sudah deklarasi mendukung Anies Baswedan, sementara Partai Demokrat saat ini mendukung Prabowo Subianto. Tapi jika melihat dari waktu pendaftaran Caleg, dua partai ini sebelumnya sama-sama mengusung Anies bersama PKS.
Deklarasi Bacapres-Bacawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, 2 September lalu, membuat suami-istri ini harus mengusung Capres yang berbeda tahun depan. Demokrat yang awalnya juga bergabung, memilih hengkang ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang beranggotakan Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Golkar, Gelora, dan Partai Garuda.
Langkah pindah Dapil yang dilakukan Delmeria masuk akal, karena suami tak lagi menjabat Wali Kota Sibolga, Sumut pascamenyelesaikan dua periodenya 2021. Syafri juga bukan orang baru di DPR, karena pernah dua periode di Senayan (1999-2004 dan 2004-2009) dari Partai Golkar. Saat menjadi Wali Kota 2010-2015 dan 2016-2021, dia merupakan politisi Demokrat. Kini, Syafri menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) 2022–2027.
Langkah ‘mengalah’ Delmeria ini mungkin mirip dengan Betty Shadiq Pasadigoe pada Pemilu 2019. Betty merupakan anggota DPR RI dari Partai Golkar Dapil Sumbar 1 periode 2014-2019, artinya dia incumbent Pemilu lalu. Namun karena suaminya Shadiq Pasadigoe maju dari PAN Dapil 1, Betty memilih pensiun. Sayang, Shadiq gagal mengalahkan Athari Gauti Ardi dan Asli Chaidir dan hanya mendapatkan suara ketiga.
Menariknya, Shadiq pada Pemilu ini maju dari Partai NasDem Dapil Sumbar I dan akan bersaing dengan Delmeria. Shadiq diposisikan nomor urut 4 oleh NasDem, sementara Delmeria di nomor urut 5. Mereka akan sama-sama mengincar kursi yang sedang diduduki Lisda Hendrajoni di nomor urut 1.
Pasangan suami istri lainnya yang juga sedang nyaleg secara bersamaan adalah Gubernur Sumbar 2010-2015 dan 2016-2021 Irwan Prayitno dan Nevi Zuairina. Nevi saat ini masih menjadi anggota DPR RI dari Dapil Sumbar II. Pemilu 2024, Nevi kembali dimajukan PKS dari Dapil yang sama di nomor urut 1. Meski tak lagi berstatus istri Gubernur, Nevi disebut-sebut lumayan sukses menjadi wakil rakyat di Komisi VI DPR dan telah memberikan banyak manfaat di Dapilnya.
Sementara Irwan Prayitno yang pernah menjadi anggota DPR RI asal Sumbar I selama tiga periode, 1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2010, kembali maju ke DPR dari Dapil Sumut III. Irwan ditempatkan PKS di nomor urut 1, menggeser incumbent Ansory Siregar ke nomor urut 2. Dapil Sumut III terdiri dari Kabupaten Asahan, Dairi, Karo, Langkat, Pakpak Bharat, Simalungun, Kota Binjai, Kota Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Batu Bara.
Menariknya, Irwan-Nevi bukanlah satu-satunya di keluarga ini yang maju 2024. Salah satu anak mereka, Ibrahim Irwan Prayitno juga maju dari Dapil Sumbar 1 nomor urut 8. Di Dapil yang sama, ada besan mereka yang juga incumbent DPR Hermanto di nomor urut 2. ‘Lego’ keluarga ini akhirnya terjadi, padahal 2019 lalu, Nevi Zuairina memilih Dapil II meski berasal dari Pessel, dan lebih dikenal di Kota Padang yang merupakan Dapil I.
Tidak hanya di tingkatan DPR RI saja suami-istri mencaleg ini terungkap. Di tingkatan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota juga terjadi. Seperti mantan wakil Bupati Pessel Rudi Hariansyah yang memilih maju menjadi calon anggota DPR RI. Meski dalam daftar caleg sementara (DCS) namanya belum muncul dari PAN, tapi dia sudah mengumumkan ke publik.
Tidak hanya Rudi, istrinya Eliza Eka Putri juga maju ke DPRD Sumbar dari PAN Dapil Sumbar VIII yang terdiri dari Pessel dan Kepulauan Mentawai. Eliza mendapatkan nomor urut 3 dan siap bersaing dengan incumbent Muhayatul. Rudi menyatakan maju ke DPR RI, karena merasa bisa berkiprah lebih baik untuk Sumbar, utamanya Pessel. Dia mengakui, banyak keterbatasan saat menjadi Wakil Bupati.
Dari Partai Golkar ada suami istri yang menjadi Caleg. Yaitu mantan Bupati Dharmasraya Adi Gunawan yang kini Wakil Ketua DPRD Dharmasraya. Pemilu mendatang, Adi tetap maju ke DPRD Dharmasraya dari Dapil II (Sitiung, Padang Laweh, Timpeh). Sementara istrinya, Zaksai Kasni maju dari partai yang sama untuk DPRD Sumbar dari Dapil Sumbar VI (Dharmasraya, Sijunjung, Sawahlunto, Dharmasraya dan Padangpanjang).
Dari PKS juga ditemukan adanya suami-istri yang nyaleg pada Pileg mendatang. Yaitu Wakil Ketua DPRD Padang Arnedi Yarmen yang kembali maju dari ke DPRD Padang Dapil Padang VI (Padang Utara, Padang Barat dan Nanggalo). Istrinya, Tasnidar menuju DPRD Sumbar dari Dapil Sumbar I (Kota Padang) di nomor urut 3. Pemilu 2019 lalu, Tasnidar malah dimajukan PKS untuk Caleg DPR RI Dapil I.
Dari Partai Gerindra juga ada, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani dan istrinya, Himmatul Aliyah. Muzani jadi bakal Caleg DPR RI Partai Gerindra untuk Dapil Lampung I dengan nomor urut 1. Himmatul maju lewat partai yang sama untuk berlaga di Dapil DKI Jakarta II dengan nomor urut 1.
Mungkin dari daftar ribuan Caleg yang mendaftar ke KPU, masih banyak lagi pasangan suami-istri yang mencalonkan diri. Bahkan, tidak hanya berbeda tingkatan atau berbeda Dapil, kemungkinan masih ada Caleg suami istri yang didaftarkan oleh partai yang sama di tingkatan dan Dapil yang sama. Tapi, biarkanlah pemilih yang memutuskan, siapa yang berhak menuju kursi Dewan.
Banyak alasan kenapa ‘harus’ suami istri maju pada Pemilu secara bersamaan. Salah satunya karena suami yang biasanya bertugas di eksekutif telah menyelesaikan masa jabatannya. Sementara istri yang sudah duduk di DPRD atau DPR, tidak mungkin diistirahatkan. Jadilah pasangan itu maju, meski berbeda Dapil sampai berbeda partai.
Alasan lainnya karena banyak partai politik yang kesulitan memenuhi kuota perempuan 30 persen yang telah ditetapkan Undang Undang Pemilu. Salah satu langkah mudah adalah meminta istri atau anak perempuan pengurus partai masuk ke daftar Caleg. Hal ini tentu memudahkan, daripada harus meminta kader perempuan lain yang dimasukkan dan harus pula dibiayai.
Selain itu, pasti juga ada perempuan-perempuan tangguh yang bisa menjadi corong partai politik di parlemen atau DPRD. Maju karena telah memiliki kapasitas, kualitas dan massa yang pasti. Sementara sang suami tetap bersikukuh juga ingin maju dan keduanya pun harus berjuang di waktu yang sama. Saling dukung adalah kunci utama, jika keduanya tak ingin kehabisan energi.
Banyak pihak yang mulai mengapungkan masalah suami istri nyaleg ini. Seperti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai fenomena satu keluarga menjadi bakal caleg dari satu partai yang sama ini merupakan bentuk politik kekerabatan. Fenomena ini disebut merusak demokrasi dari banyak sisi. Bahkan berpotensi merusak proses kaderisasi partai dan membuka peluang terjadinya korupsi saat terpilih.
Mungkin banyak alasan lain kenapa suami-istri nyaleg ini terjadi. Semoga dengan banyaknya perempuan maju ke DPR/DPRD, bisa membuat kantor wakil rakyat lebih hebat. Seperti yang disebut mantan Perdana Menteri Inggris Raya, Margaret Thatcher, ”Dalam politik, jika Anda ingin sesuatu dikatakan, tanyakan pada seorang pria; jika Anda ingin sesuatu dilakukan, mintalah pada seorang wanita.” Perempuan-perempuan dalam politik akan menjadi pembeda jika kualitasnya memang ada, bukan sekadar karena keluarga apalagi suami. (Wartawan Utama)