Oleh: Reviandi
Ditahannya Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kamis (20/2/2025), sepertinya sedikit mengganggu hubungan dua “Presiden” Indonesia. Yaitu mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI saat ini Prabowo Subianto. Keduanya pernah menjadi pasangan yang mencalonkan diri pada Pilpres 2009 dengan nama Megapro (Megawati dan Prabowo).
Hasto adalah anak emasnya Megawati, yang memang telah menjalankan partai pemenang Pemilu ini sejak lama. Hasto bukanlah anak atau keluarga dekat Mega, tapi dia adalah anak idiologisnya Soekarno – begitu setidaknya yang sering diakui Hasto. Kini, the golden boy ditahan KPK yang Presidennya hari ini Prabowo, teman akrab Megawati.
Hasto ditahan karena menjadi tersangka dalam kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Sebelumnya, Hasto sudah memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa. Dia juga telah gagal dalam memulihkan status tersangkanya dengan melakukan praperadilan terhadap KPK yang ditolak pengadilan.
Mega tak berdiam diri, dan mengaitkan masalah ini dengan kebijakan Prabowo terhadap kepala daerah yang baru dilantik Kamis 20 Februari 2025. Megawati Soekarnoputri memerintahkan semua kepala daerah yang berasal dari PDI Perjuangan menunda kegiatan retret yang diadakan pemerintah di Akmil, Magelang, Jawa Tengah.
Setidaknya, kalau melihat acara yang digelar PDIP sehari sebelum pelantikan, Megawati memberikan arahan kepada 126 kader PDIP yang terpilih pada Pilkada 2024 lalu. Artinya, jumlah itu ada sekitar 13,1 persen dari 961 kepala daerah yang dilantik Prabowo di Istana Negara.
Secara jumlah memang tak cukup signifikan yang mengartikan PDIP tidak lagi mendominasi hasil Pilkada serentak terakhir. Berbeda dengan jumlah kepala daerah dari PDIP pada Pilkada sebelumnya. Ini merupakan bentuk dari ketidaksenangan Megawati terhadap apa yang dilakukan KPK. Yang mungkin diasosiasikan langsung kepada negara dan Presiden. Diyakini semua kader PDIP ‘murni’ pastinya akan berpikir, tak mungkin melawan Mega.
Mega menyampaikan dua hal dalam surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang diterbitkan Kamis (20/2/2025). Pertama, diinstruksikan kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah PDI Perjuangan, sebagai berikut: 1. Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025.
Megawati meminta jika sudah telanjur menuju area retreat menuju Kota Magelang, untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum. Hal yang pastinya akan membuat kader-kader PDIP tunduk, karena surat ini begitu keras.
Poin kedua, Megawati meminta para kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP selalu mengaktifkan alat komunikasi. Megawati juga meminta mereka siaga terhadap panggilan pihak partai. “2. Tetap berada dalam komunikasi aktif dan standby commander call.”
Sebenarnya Megawati dan PDIP sudah ‘berdamai’ dengan pemerintah pascakerasnya pertarungan di Pilpres 2024. PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang kalah total dari pasangan Prabowo-Gibran, dan di bawah pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Perlahan tapi pasti, pascadilantik, Prabowo akhirnya bisa mendapatkan sinyal baik dari PDIP.
Meski tetap tidak dalam kabinet, tapi bersedia bekerja sama. Bahkan saat ditawari posisi Menteri, PDIP juga tidak mengirim kader-kadernya, kecuali yang sudah lebih dulu pindah ke Gerindra atau partai pengusung pemerintah lainnya. Prabowo juga tidak terlalu mempermasalahkan langkah PDIP yang agak ‘sensi’ saat kasus Hasto mencuat.
Kini, Megawati telah ‘mencubit’ Presiden Prabowo dengan meminta ‘pion-pionnya’ yang menjadi kepala daerah untuk tidak mengikuti instruksi Presiden melalui Mendagri. Kita belum melihat, sejauh mana hal ini berpengaruh terhadap kegiatan retreat atau pelatihan dan pembinaan akibat kurangnya peserta. Karena jumlahnya tidak terlalu siginifikan. Apalagi yang mengikuti agenda hanya kepala daerah saja, bukan wakil kepala daerah.
Inilah yang akan terus mengemuka beberapa waktu ke depan. Anak emas PDIP dicokok KPK, dan sang bunda mulai bereaksi. Dari pihak istana juga belum bereaksi apa-apa, kecuali Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra yang menyebut negara tidak melakukan intervensi.
Kita lihat sajalah, apa lagi yang akan terjadi. Meski kita sangat yakin, Presiden Prabowo akan sangat bijak terhadap masalah ini. Bagaimanapun, Megawati adalah sabahatnya yang sudah lama berjuang bersama-sama. Banyak hal yang terjadi, dan pasang surut hubungan juga kerap mengemuka.
Yang jelas, kita percaya KPK tidak ada sangkut pautnya dengan hubungan ini. Biarkan Sekjen Hasto mempertanggungjawabkan apa yang dia perbuat. Dan negara akan terus berlanjut, dengan atau tanpa Hasto yang ditahan KPK. Kita semua berdoa, agar bu Mega dan pak Prabowo tetap sehat selalu. (Wartawan Utama)